orang utan

Kerja keras dan komitmennya untuk menjaga dan menyelamatkan satwa liar dari kepunahan, telah membawa Rudi H Putra ke Belanda dan Amaerika Serikat untuk menerima penghargaan internasional di bidang lingkungan.

Di Belanda pada Februari 2013, Rudi menerima penghargaan bernama “Future For Nature Award” yang diberikan Oleh Future For Nature Foundation.

Penghargaan itu diberikan kepada orang-orang muda yang dinilai memiliki upaya, inovasi dan semangat yang kuat dalam menyelamatkan satwa terancam punah dan kawasan konservasi.

Kemudian, pada April 2014, Rudi juga menerima penghargaan bidang lingkungan Goldman Enviromental Prize di San Fransisco, Amerika Serikat.

Dua penghargaan internasional yang diraih Rudi itu sangatlah wajar, karena dia bersama teman-temannya yang tergabung dalam Forum Konservasi Leuser (FKL) sudah bertahun-tahun keluar masuk hutan hanya untuk menjaga satwa liar, khususnya yang dilindungi dari perburuan orang-orang tidak bertanggungjawab.

Rudi menyampaikan upaya penyelamatan satwa-satwa langka di Leuser diantaranya gajah, harimau, badak dan orang utan yang semuanya termasuk ke dalam kategori satwa yang terancam punah.

Rudi yang bergelar Magister di bidang Konservasi Biodiversitas Tropika, dari Institut Pertanian Bogor, itu menghabiskan waktunya selama 15 tahun terakhir ini dalam upaya konservasi satwa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Upaya yang dilakukan selain melakukan patroli rutin mencegah perburuan satwa liar, beliau juga aktif memimpin upaya restorasi kawasan hutan yang telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit untuk dikembalikan kembali menjadi hutan.

Saat ini, upaya perlindungan dan monitoring kawasan tetap dilakukan oleh para mantan karyawan BPKEL walaupun dengan sangat terbatas karena ketiadaan dana sejak Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) dibubarkan.

Mereka melakukan kegiatan dengan dana sendiri yang dikumpulkan dari beberapa anggota atau sumbangan pribadi yang peduli.

Rudi dipilih oleh 10 orang dewan juri yang terdiri dari pakar-pakar konservasi terkenal di dunia yang tersebar di beberapa negara.

Rudi bersama Samia Saif (warga negara Bangladesh, upaya penyelamatan Harimau Bangladesh) dan Dr. Lucy E. King ( WN. Inggris yang aktif dalam konservasi gajah Afrika di Kenya) mengalahkan 98 kandidat dari 45 negara.

Rudi merupakan warga negara Indonesia pertama yang mendapatkan penghargaan “Future For Nature Award” sejak diadakan.

Penyerahan penghargaan ITU diberikan di Burgers Zoo, Arnhem, Belanda, yang merupakan pusat konservasi satwa liar yang sangat berhasil dalam mengembangbiakkan satwa-satwa di dunia yang didirikan pada tahun 1913.

Penghargaan itu diserahkan Jane Goodall, seorang pejuang konservasi terkenal di dunia yang menghabiskan waktunya lebih dari 33 tahun untuk menyelamatkan Simpanye di Afrika, serta Saba Douglas Hamilton, seorang artis/presenter yang mengabdikan dirinya dalam penyelamatan gajah di Afrika.

Ketiga penerima Award ini pada acara puncak pemberian award memberikan presentasi tentang kegiatan mereka di hadapan 500 orang undangan yang terdiri dari berbagai unsur di Negeri Belanda dan undangan internasional lainnya.

Kontradiktif di Aceh Penghargaan internasional yang diterima oleh Rudi ini sangat kontradiktif dengan yang terjadi di Aceh, dimana Gubernur Aceh telah membubarkan BPKEL yang sebelumnya berupa badan khusus untuk mengelola kawasan konservasi yang sangat terkenal itu.

Rudi menyatakan, penutupan BPKEL itu menjadi keprihatinan banyak aktivis lingkungan yang secara rutin mengikuti perkembangan di KEL dan mereka berharap agar keputusan pembubaran itu ditinjau ulang oleh Gubernur Aceh.

Beberapa pakar yang sangat menyayangkan tentang kondisi di Leuser diantaranya adalah Prof Dr Herman Rikjsen dan Dr Jan Win, dua ahli terkenal di Belanda.

Leuser sangat terkenal di Belanda dan sudah ada sejak zaman penjajahan yang dibentuk atas inisiatif seorang geolog dan konservasionis Belanda.

Dari masa itu hingga sekarang banyak warga Belanda yang melakukan penelitian di Leuser.

Rudi menyatakan, sebenarnya untuk menjaga satwa dilindungi dari kepunahan sangat mudah, kalau pemerintah mempunyai komitmen untuk menjaga kelestarian hutan.

“Kenapa satwa dilindungi sekarang ini hampir punah, karena selain perburuan liar, juga habitat mereka sudah terganggu, dengan pembukaan lahan pertambangan dan perkebunan,” katanya.

Dikatakan, kalau pemerintah memiliki komitmen menjaga lingkungan, maka tidak akan memberi izi pertambangan dan perkebunan.

Hutan Indonesia, termasuk di Aceh kaya kaya akan keanekaragaman hayati, perumahan 12 persen spesies mamalia yang diketahui di dunia.

Oleh karena, menurut Rudi, pentingnya hutan bagi rakyat Aceh yang tinggal di dekat Ekosistem Leuser yang keberadaannya bermanfaat untuk pertanian dan air yang berkelanjutan.

Hutan juga menyediakan sangat dibutuhkan perlindungan dari banjir, yang telah berkembang dalam frekuensi dan tingkat keparahan dalam beberapa tahun terakhir. Putra mulai melihat karyanya tidak hanya melindungi badak dan habitatnya, tetapi orang-orang di wilayah ini juga.

Dengan dukungan dari masyarakat setempat, Putra mendekati polisi untuk menegakkan hukum perlindungan tanah dan menutup perkebunan kelapa sawit ilegal.

Dia juga mendekati pemilik perkebunan kelapa sawit dan mengingatkan bahwa tindakan mereka melawan hukum.

Setelah Putra menunjukkan mereka batas-batas menandai kawasan konservasi, beberapa pemilik secara sukarela menutup perkebunan dan memberikan lahan kepada pemerintah sehingga Putra dan rekan-rekannya bisa melakukan pekerjaan restorasi.

“Pada waktu dekat ini sekitar 1.200 hektare perkebunan sawit ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser akan kita tebang dan selanjutnya direhabilitasi untuk menciptakan koridor satwa liar yang dilindungi seperti gajah, badak, harimau dan orangutan, katanya.

Usaha yang dilakukan Putra hampir 13 tahun itu ternyata membawa harapan besar bagi kelangsungan hidup satwa dilindungi yang berada di kawasan Ekosistem Leuser. AN-MB