Rizal Ramli

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Menko Perekonomian pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, menyampaikan gagasannya perihal efisiensi pengelolaan bahan bakar minyak (BBM) melalui konsep subsidi silang.

“Kami sudah menyampaikan hasil kajian mengenai efisiensi pengelolaan BBM kepada ketua MPR RI, Pak Sidarto. Beliau menyatakan, akan menyampaikan gagasan ini dengan orang terkait di tim presiden terpilih Joko Widodo,” kata Rizal Ramli di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (12/9).

Menurut Rizal Ramli, gagasan tersebut jika direalisasikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo mendatang, maka dapat menghemat anggaran negara sekitar Rp40 triliun per tahun, tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi.

Ia menjelaskan, saat ini pemerintah mensubsidi BBM jenis premium dan solar dengan anggaran sekitar Rp300 triliun per tahun untuk konsumsi masyarakat miskin.

Jika pemerintahan mendatang menaikkan harga BBM bersubsidi untuk meningkatkan ruang fiskal, maka dikhawatirkan terjadi kenaikan harga barang dan inflasi sehingga berdampak meningkatnya jumlah masyarakat miskin.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, jumlah penduduk miskin tervatat sebanyak 28,2 juta jiwa dan penduduk nyaris miskin sekitar 10 juta jiwa.

“Jika pemerintahan mendatang menaikkan harga BBM, maka penduduk miskin akan meningkat menjadi sebanyak 38 juta jiwa,” katanya.

Selain itu, kata dia, ada sekitar 150 juta jiwa penduduk yang beban ekonominya semakin berat karena kenaikan harga barang dan biaya transportasi.

Rizal Ramli juga menyatakan ada sekitar 91,5 juta jiwa pengguna BBM bersubsidi yang bebannya menjadi semakin berat. Mereka adalah, 86,3 juta jiwa pengguna sepeda motor, 2,2 juta nelayan, dan 3 juta kendaraan umum.

Karena itu, pakar ini ini melakukan kajian dari gagasannya sehinga menyimpulkan perlunya efisisensi pengelolaan BBM dari hulu hingga ke hilir.

Hasil kajian tersebut, pemerintah mendatang tidak perlu menaikkan harga BBM tapi dapat meningkatkan penerimaan negara sekitar Rp40 triliun pertahun.

Caranya, kata dia, dengan membuat BBM baru yang kandungan oktannya diturunkan sehingga dapat menurunkan biaya produksi cukup signifikan.

Ia menjelaskan, BBM jenis premium yang disubsidi oleh pemerintah, kandungan oktannya 88 persen.

Rizal mengusulkan, agar pemerintah membuat BBM jenis baru yang kandungan oktannya 80-83 persen dan diberi nama BBM rakyat.

“Dengan diturunkankannya kandungan oktan tersebut, maka biaya produksinya sekitar Rp5.500 per liter. Kalau dijual dengan saat ini Rp6.500 per liter, maka masih ada profit sekitar Rp1.000 per liter,” katanya.

Di sisi lain, kata dia, BBM super yakni Pertamax 92 yang kandungan oktannya 92 persen harganya dinaikkan dari Rp12.500 menjadi Rp14.000.

Kemudian, Pertamax Plus yang kandungan oktannya 94 persen, kata dia, harganya dinaikkan dari Rp13.000 menjadi Rp15.000.

“Dengan menaikkan dua jenis BBM super yang konsumsinya mencapai 40 persen ini, maka pemerintah juga dapat meningkatkan penerimaan negara,” katanya.AN-MB