Jendouba, Tunisia (Metrobali.com) –

Lebih dari seribu pemrotes berkumpul Senin di kota Jendouba, Tunisia, untuk mengutuk pembunuhan empat orang oleh militan pada akhir pekan.

“Tunisia bebas, terorisme enyah” dan “Setia pada para syuhada kita” termasuk diantara slogan-slogan yang diteriakkan pemrotes di luar kantor gubernur di kota wilayah baratlaut itu, sebelum mereka bergerak ke jalan utama, menurut laporan seorang wartawan AFP.

Tunisia dilanda kekerasan yang dituduhkan pada kelompok-kelompok garis keras sejak revolusi 2011 yang menggulingkan pemerintah Zine El-Abidine Ben Ali.

Pemrotes mengungkapkan dukungan mereka bagi pasukan keamanan, dan mereka berhenti di depan dua pos polisi, menyanyikan lagu nasional dan meneriakkan kata-kata “Kami bersama anda”.

Sabtu, sekelompok orang bersenjata yang membuat rintangan jalan di daerah Jendouba, sekitar 40 kilometer dari perbatasan Aljazair, menembak mati seorang sipil dan seorang petugas penjara ketika mobil mereka mendekat, kata kementerian dalam negeri.

Ketika patroli Garda Nasional dikirim untuk menyelidiki hal itu, militan menembaki mereka, menewaskan dua polisi dan mencederai dua orang.

Kelompok penyerang terdiri dari tiga orang Tunisia dan dua warga Aljazair, kata polisi.

Serangan itu terjadi di dekat lokasi arkeologi Bulla Regia, sebuah bekas kota Romawi yang terletak sekitar 40 kilometer dari perbatasan Aljazair dan 150 kilometer sebelah barat Tunis, ibu kota Tunisia.

Sebagian besar kekerasan di Tunisia dituduhkan pada Ansar al-Sharia, kelompok militan yang dianggap memiliki hubungan dengan Al Qaida.

Pemerintah Tunisia, yang dipimpin oleh partai moderat Ennahda yang berkoalisi dengan dua partai sekuler kecil, didesak agar menangani ancaman keamanan dari militan, untuk membantu mengamankan peralihan demokratis negara Afrika Utara itu.

Ennahda menanggapi dengan mengumumkan Ansar al-Sharia sebagai sebuah organisasi teroris dan menuduh kelompok itu membunuh dua pemimpin oposisi sekuler.

Insiden terakhir itu menandai semakin memburuknya keamanan di Tunisia, yang sejauh ini telah ternoda oleh serangan-serangan militan yang dua diantaranya menewaskan dua politikus sekuler oposisi yang menyulut krisis politik.

Tunisia menahan ratusan militan garis keras dalam setahun terakhir yang dituduh terlibat dalam serangan-serangan.

Keadaan yang tidak stabil memburuk ketika militan garis keras meningkatkan serangan-serangan yang menewaskan delapan prajurit pada Juli tahun lalu.

Peristiwa pada 29 Juli di dekat perbatasan Aljazair itu merupakan salah satu serangan terbesar terhadap pasukan keamanan Tunisia dalam beberapa dasawarsa ini.

Pada Mei, tentara dan polisi Tunisia memburu lebih dari 30 tersangka militan terkait Al Qaida di dekat perbatasan negara itu dengan Aljazair, dan Presiden Moncef Marzouki pergi ke daerah itu untuk mengawasi operasi tersebut.

Tunisia semakin khawatir atas serangan-serangan yang dituduhkan pada militan garis keras bersenjata.

Pemerintah Tunisia saat ini juga sedang menghadapi peningkatan protes oleh oposisi sekuler yang menuntut pengunduran diri mereka.

Oposisi, yang marah atas pembunuhan dua pemimpin mereka dan terilhami oleh penggulingan presiden Islamis oleh militer di Mesir, berusaha menggulingkan pemerintah Tunisia yang dipimpin partai Ennahda.(Ant/AFP)