Denpasar (Metrobali.com)-

            Gubernur Bali Made Mangku Pastika, selaku termohon dalam perkara pemberian ijin pengelolaan Tahura oleh pemohon WALHI Bali, sebaiknya legowo menerima putusan  tersebut dan tidak perlu lagi banding. Walaupun secara hukum banding merupakan hak setiap orang yang berperkara, untuk  tokoh seperti Gubernur Bali, yang memiliki tugas berat melayani aspirasi rakyat, lebih bijak untuk fokus mengerjakan tugas-tugas pelayanan masyarakat, dibanding melakukan perlawanan hukum dalam kasus Tahura tersebut. Gubernur mestinya dengan rendah hati mau belajar dari putusan PTUN Denpasar dalam perkara Tahura, agar ke depan, lebih hati-hati mengambil keputusan, dan benar-benar menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan bersih, diantaranya memperhatikan peran serta dan partisipasi masyarakat, akuntabel, transparan, non-diskriminatif, dan sebagainya.
            Demikian penegasan Ketua BCW (Bali Corruption Watch), Putu Wirata Dwikora, menanggapi keluarnya putusan PTUN Denpasar, yang  mengabulkan Gugatan Penggugat (WALHI), dan menyatakan batal SK Gubernur Bali Nomor 1.051/03-L/HK/2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan taman hutan raya (TAHURA) Ngurah Rai seluas 102,22 hektar kepada PT. Tirta Rahmat Bahari, serta memerintahkan tergugat untuk segera mencabut SK tersebut.
            Apalagi, sekarang ini Keputusan Gubernur soal reklamasi Teluk Benoa pun,sedang memerlukan perhatian Gubernur, karena derasnya penolakan berbagai elemen masyarakat Bali, baik dari kalangan akademisi, adat, agama, ormas, aktivis LSM, termasuk kalangan pariwisata.
                        ”Dengan proses peradilan yang sangat lama dan melelahkan, serta dengan aspirasi-aspirasi masyarakat yang semakin banyak menjadi pekerjaan rumah Gubernur Bali, baik sekali kalau Gubernur menerima putusan PTUN dan melaksanakannya secara konsekuen. Tak ada yang salah kalau Gubernur menyatakan banding, tapi lebih bijak kalau putusan diterima dan dilaksanakan,” ujar Putu Wirata lagi. RED-MB