tari pendet

Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat dan pelaku seni budaya Bali, Kadek Suartaya, SS Kar, MSi mengatakan, tari pendet salah satu tari klasik sebagai ungkapan selamat datang kepada tamu yang kini mencuat ke permukaan terinspirasi dari spontanitas ngayah (bekerja iklas) menyukseskan prosesi ritual.

“Seorang nenek bangkit spontanitas ngayah mengambil canang, dupa, pasepan lalu menari dengan penuh ketulusan,” kata Kadek Suartaya yang juga dosen Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Senin (11/5).

Ia mengatakan, demikian pula “pemangku” pemimpin ritual umat Hindu menari memegang tombak atau keris dengan lugu berimprovisasi.

“Berangkat dari tradisi mamendet dalam aktivitas keagamaan itulah memunculkan kreativitas seni yang kemudian dikenal sebagai tari Pendet yang kini mencuat ke permukaan dalam bentuk tarian massal,” ujar Suartaya.

Dua kabupaten bertetangga di Bali yakni Gianyar dan Klungkung dalam memperingati hari jadinya menggelar tari pendet massal melibatkan sekitar 600 penari wanita di daerah “gudang seni”.

Sedangkan di Kabupaten Klungkung mengerahkan 2015 penari wanita yang melenggang di perempatan kota Semarapura. Tari Pendet yang dikembangkan dari ritual mamendet dalam prosesi agama Hindu kini menggeliat, bahkan jenis tarian itu telah mendunia.

Suartaya menjelaskan, tari pendet tersebut digagas Ni Wayan Wayan Rindi (almarhum) dari Banjar Lebah Sumerta, Kota Denpasar, namun belum jelas apa motivasi seniman yang pada masa remajanya dikenal sebagai penari gandrung tersohor itu menciptakan tari yang konon dibawakan pertama kali oleh penari kawakan Ni Ketut Reneng.

Tari tersebut pada awalnya disebut Pendet Pujiastuti itu berkembang cepat di tengah masyarakat Bali. Ketika ditampilkan dalam ASIAN Games 1962, setelah sebelumnya sempat ditata kembali oleh seniman karawitan dan tari I Wayan Beratha.

Tari Pendet ditampilkan dengan busana adat wanita tradisional Bali, memakai kain dan penutup badan serta beberapa kembang menghias rambut berurai panjang. Bokor yang penuh dengan bunga warna-warni menjadi properti satu-satunya tari yang berdurai sekitar 5-6 menit.

Melalui untaian perbendaharaan gerak tari Bali, Pendet pada intinya melukiskan wanita Bali melakukan persembahyang ke hadapan para Dewa, Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana stilisasi estetik dari khusuknya saat bersembahyang itu dilukiskan pada bagian tengah tari tersebut.

Posisi bersimpuh dengan bokor ditaruh di depan lutut, setahap demi setahap bunga diambil dan diangkat ke dada dikepit kedua jemari tangan yang terkatup, lalu dilepas ke atas.

Pada bagian akhir, dalam gerakan ngumbang, bunga-bunga itu kembali disebar dengan hikmat, ujar Kadek Suartaya. AN-MB