Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat sosial politik Dr Anak Agung Oka Wisnumurti mendorong revitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk diarahkan pada dimensi fleksibilitas sehingga terbuka bagi tafsir-tafsir baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

“Fleksibelitas dalam artian Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan tertutup atau menjadi suatu yang sakral. Tafsir baru diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus-menerus berkembang,” katanya saat menjadi pembicara Seminar Nasional Pancasila, di Denpasar, Kamis (10/10).

Menurut dia, jika sudah berdasarkan dimensi fleksibelitas, maka Pancasila tetap menjadi aktual, relevan, dan fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa kehilangan nilai hakikinya.

“Hanya saja, realitas di lapangan, kini nilai Pancasila kerap dipandang mulai meredup akibat beberapa permasalahan yang disebabkan peninggalan masa lalu,” ujar akademisi dari Universitas Warmadewa itu.

Akibat mistifikasi Pancasila di masa lalu, ucap dia, telah berimbas pada minimnya berbagai kajian terkait Pancasila. Selain dihadapkan pada permasalahan klaim dari orde tertentu, kelompok dan golongan atas Pancasila dan ideologi yang sebelumnya sebagai sesuatu yang rigid dan kaku.

Ia mengemukakan revitalisasi nilai-nilai Pancasila menjadi sangat strategis karena sesungguhnya mayoritas masyarakat Indonesia masih memandang Pancasila penting dipertahankan.

Wisnumurti mengutip hasil survei Badan Pusat Statistik pada 27-28 Mei 2011, mengatakan dari keseluruhan masyarakat yang disurvei, sebanyak 79,26 persen berpendapat bahwa Pancasila masih sangat penting dipertahankan dan 20,74 persen yang berkeinginan lain,.

Selain itu 89 persen masyarakat menyatakan bahwa berbagai permasalahan bangsa seperti tawuran pelajar, konflik antarkelompok masyarakat, antarumat beragama, golongan dan etnis terjadi karena kurangnya pemahaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai Pancasila.

“Revitalisasi Pancasila, selain memperhatikan dimensi fleksibelitas juga hendaknya memperhatikan dimensi realitas dan idealitas. Realitas dalam artian nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonsentrasikan sebagai cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,” katanya.

Sedangkan idealitas, kata dia, dalam artian idealisme yang terkandung di dalamnya bukan sekadar tanpa makna melainkan untuk membangkitkan gairah dan optimisme warga masyarakat agar melihat masa depan secara prospektif. AN-MB