Capt Bobby R Mamahit

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintah RI berencana mengusulkan pedoman tanggung jawab dan ganti rugi pencemaran minyak di laut akibat aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai ke sidang Organisasi Maritim Internasional (IMO) di London, April 2015.

“Rapat antar-instansi ini untuk mencari sebuah formula yang mengatur tentang tanggung jawab dan ganti rugi terjadinya pencemaran laut akibat kegiatan pengeboran minyak di lepas pantai,” kata Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Capt Bobby R Mamahit dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (8/8).

Dirjen Hubla bersama-sama dengan Duta Besar Luar Biasa RI untuk Inggris, Teuku Mohammad Hamzah Thayeb telah memimpin rapat antar-instansi untuk membahas tentang pedoman perjanjian bilateral/regional terkait tanggungjawab dan ganti rugi pencemaran laut lintas batas negara.

Dalam rapat tersebut hadir perwakilan dari berbagai instansi seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta instansi terkait lainnya.

Pedoman itu nantinya akan diusulkan dalam sidang Komite Legal (IMO) ke-102 sekitar bulan April 2015 di London untuk dijadikan pedoman oleh negara-negara dalam membuat perjanjian.

Ia mengemukakan, isu tentang perlunya satu aturan tentang tanggung jawab dan ganti rugi pencemaran laut akibat kegiatan pengeboran lepas pantai sebetulnya telah diwacanakan dalam sidang-sidang IMO sejak tahun 2010.

Bahkan pada Sidang Komite Legal ke-101 tanggal 28 April hingga 2 Mei 2014 di London, pemerintah Indonesia kembali menyampaikan pernyataan agenda usulan Indonesia mengenai “Liability and Compensation Issues Connected with Transboundary Pollution Damage from Offshore Oil Exploration and Exploitation Activities”.

Pernyataan tersebut intinya berisi tentang ungkapan kekecewaan terhadap perkembangan usulan Pemerintah Indonesia terkait hal itu yang telah disampaikan sejak tahun 2010.

“Upaya mewujudkan satu panduan yang disepakati dan menjadi acuan secara internasional seperti tentang penanggulangan dan ganti rugi pencemaran laut akibat aktivitas pengeboran lepas pantai memang memakan waktu yang panjang,” katanya.

Meskipun demikian, menurut Booby Mamahit, saat ini sudah ada beberapa negara anggota IMO yang setuju dengan gagasan pemerintah Republik Indonesia.

Panduan tesebut dinilai sangat penting sebagai satu acuan hukum bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam kegiatan pengeboran minyak yang berakibat pada pencemaran laut.

Perlunya panduan juga terkait pengalaman Indonesia dalam menangai kasus pencemaran Laut Timor oleh kilang minyak Montara yang sudah memakan waktu sekitar lima tahun dan belum ada tanda-tanda kesepahaman di antara negara yang terkait dengan persoalan tersebut.

Pemerintah menilai permasalahan utama berlarut-larutnya penyelesaian kasus Montara adalah karena tidak ada satu aturan yang menjadi acuan dan yang disepakati bersama.

“Seandainya nanti ada sebuah peraturan yang disepakati bersama secara internasional, maka semua negara akan mengacu pada aturan tersebut dan nanti kita tinggal mengurusi persoalan administrasinya saja,” jelasnya. AN-MB