bayu krisnamurthi 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintah menilai penerapan instrumen Supply Management Scheme (SMS) dari anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diharapkan mampu mengendalikan harga karet dunia sulit dilakukan karena masih mengalami kendala.

“Dari konsep ITRC, tujuannya adalah untuk SMS, itulah instrumen yang paling baik untuk mengendalikan harga karet. Namun, saat ini Indonesia melihat sulit untuk mengharapkan adanya disiplin penuh dari penerapan instrumen tersebut,” kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, Jumat (3/10).

Bayu menjelaskan, disiplin yang dimaksud adalah dimana para pemasok harus benar-benar mampu menahan diri untuk mensuplai karet, karena jika para pemasok tidak disiplin atau ada yang mengambil kesempatan, maka instrumen SMS tersebut tidak akan bisa berjalan dengan efektif.

“Jika ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, maka instrumen SMS tidak akan berjalan efektif. Itulah yang sering terjadi dalam 1-2 tahun terakhir, dan dalam kasus terakhir ini, Indonesia yang menjadi korban karena kita disiplin sementara yang lain tidak,” ujarnya.

Bayu mengatakan, tujuan dari adanya ITRC yang beranggotakan Indonesia, Thailand dan Malaysia tersebut adalah untuk menerapkan instrumen SMS agar mampu mengendalikan harga karet, dikarenakan sesungguhnya permintaan atas komoditas tersebut tetap bertumbuh dari waktu ke waktu.

Namun, lanjut Bayu, saat ini memang ada penurunan permintaan karet yang diakibatkan adanya pelemahan perekonomian dunia seperti yang telah dilaporkan oleh World Trade Organization (WTO) beberapa waktu lalu.

“Jika memang permintaan sedang turun, maka yang harus dilakukan adalah menggunakan instrumen SMS itu, kita mencoba menahan suplai atau pasokan, sehingga jumlahnya lebih sesuai dengan permintaan pada saat waktu itu,” ujarnya.

Selain masalah untuk menahan pasokan dari eksportir tersebut, Bayu menambahkan, para petani karet juga kesulitan untuk menahan pasokan, karena bagi para petani tersebut menyadap karet merupakan pemasukan untuk setiap harinya.

“Dalam prakteknya petani sulit untuk menahan, karena karet itu adalah penghasilan harian. Mereka mencari nafkah setiap hari dengan menyadap karet, jika tidak menyadap maka tidak akan menerima pemasukan,” ujar Bayu.

Harga karet dunia terus mengalami penurunan yang cukup signifikan, dimana saat ini berada pada level kurang lebih sebesar 1,65 dolar Amerika Serikat per kilogram, sementara harga karet tertinggi yang pernah tercatat mencapai 5,7 dolar AS per kilo.

Berdasarkan data kementerian Perdagangan, sektor karet alam menyumbang 4,61persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada 2013 atau senilai 149,92 miliar dolar AS.

Indonesia merupakan negara penyuplai terbesar ke-2 di dunia setelah Thailand. Pada 2013, produksi karet alam mencapai 3,2 juta ton dengan jumlah sekitar 16 persen (0,5 juta ton) teralokasikan untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan 84 persen di ekspor (2,7 juta ton). Volume ekspor karet pada 2013 mencapai 2,7 juta ton dengan nilai 6,91 miliar dolar AS.

Dibanding 2012, angka tersebut menunjukkan peningkatan volume ekspor sebesar 260 ribu ton atau 10,7 persen dari sebelumnya 2,44 juta ton dan penurunan nilai ekspor sebesar 0,95 miliar dolar AS atau 12,1 persen dari yang sebelumnya sebesar 7,86 miliar dolar AS.

Negara tujuan utama ekspor karet pada 2013 adalah Amerika Serikat dengan volume mencapai 609,8 ribu ton atau 22,6 persen, diikuti China sebanyak 511,7 ribu ton atau 18,9 persen dan Jepang sebesar 425,9 ribu ton atau 15,8 persen. AN-MB