Jakarta, (Metrobali.com)

Ketua Umum Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho menilai pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan kebijakan soal larangan mudik lebaran dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Hal ini terlihat dari mencuatnya pandangan berbeda bahkan berseberangan antar beberapa pejabat pemerintah pusat serta berubah-ubah aturan mudik yang sedang mengemuka di ruang publik.
Menurutnya, silang pendapat antar pejabat pemerintah ini menunjukkan manajemen komunikasi pemerintah penanganan Covid-19 belum tertangani dengan baik.
“Saya melihat, persoalan elementer saat ini, tidak konsistennya kebijakan satu sama lain. Inkonsistensi kebijakan menggambarkan buruknya koordinasi,” ujar Hardjuno disela-sela Bakti Sosial (Baksos) di Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (9/5).
Hadir dalam acara Baksos ini Ketua Dewan Pembina HMS, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal, Bendahara Umum HMS Center serta Ketua Tim Advokasi Kesehatan HMS Center, D’Hiru.
Sebelumnya, HMS Center menggelar kegiatan di beberapa titik di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Tangerang.
Dalam Baksos ini, HMS Center membagikan 2500 paket Jamu Herbal Kenkona kepada warga yang terdampak Covid-19 di Bogor.
HMS Center jelas Hardjuno berikhtiar untuk terus membantu masyarakat. Hal ini merupakan komitmen HMS Center untuk berjuang demi kemaslahatan umat.
“Kami terus bersiar demi kemaslahatan umat. Kami tidak mau umat melarat. Untuk itu, saya harapkan Bansos yang diberikan tepat sasaran,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Kebijakan itu resmi diundangkan pada 23 April 2020 meliputi 28 pasal.
Namun sayangnya, peraturan tersebut hanya seumur jagung. Beleid tersebut direvisi, yang isinya merelaksasi atau melonggarkan larangan mudik per 7 Mei 2020.
Relaksasi tersebut juga sudah masuk dalam turunan dari Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik 2020 untuk menekan Penyebaran COVID-19.
Menurutnya, buruknya koordinasi ini disebabkan manajemen pengelolaan mudik tidak berbasis pada pengenalan masalah secara benar dan perumusan kebijakan publik secara benar.
Hal ini bisa menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Pada tataran paling ekstrem, lanjut
Rangkaian inkonsistensi kebijakan akan menimbulkan ketidakpercayaan sosial (social distrust).
Karena itu, dia meminta pemerintah meredesign manajemen dan strategi komunikasi penangan Covid-19 ke depan, yang belum berbatas waktu kapan berakhir.
“Jika tidak, bisa menimbulkan ketidakpastian di tengah masyarakat dan berpotensi “digoreng” oleh aktor tertentu yang dapat menimbulkan berbagai persepsi liar di ruang publik,” ujarnya.Editor : Hana Sutiawati