MENHUT_BUMN

Jakarta (Metrobali.com)-

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menyatakan segera membentuk Lembaga Pengkajian MPR RI yang merupakan sebuah lembaga yang bertugas mendukung kewenangan lembaga itu dalam melaksanakan kajian sistem ketatanegaraan.

“Alhamdulillah kita bisa mempertahankan marwah (muruah, red.) MPR sebagai lembaga negara yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Semoga keputusan seperti ini bisa terus dijaga dan dipertahankan,” kata Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dalam siaran pers MPR yang diterima di Jakarta, Rabu (4/2).

Pertemuan atau Rapat Pimpinan MPR bersama ketua-ketua fraksi MPR dan kelompok DPD RI berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan MPR Gedung Nusantara 3 Lantai 9 Kompleks MPR, DPR, dan DPD RI, Jakarta, Selasa (3/3).

Pada kesempatan tersebut, pimpinan MPR bersama ketua-ketua fraksi MPR dan kelompok DPD bersepakat membentuk Lembaga Pengkajian MPR RI yang bakal beranggotakan para pakar.

Lembaga pengkajian tersebut juga diharapkan sudah bisa terbentuk pada hari Selasa (10/2) atau sebelum reses yang akan pada jatuh pertengahan Februari 2015.

Selain itu, para pakar yang bakal terpilih nantinya diharapkan bisa berpikir jernih dan mengutamakan sikap kebangsaan, tidak terpengaruh pada kepentingan kelompok tertentu, termasuk partai politik.

Peserta rapat juga sepakat bahwa lembaga pengkajian bakal beranggotakan 45 orang, sedangkan nama-namanya diusulkan oleh fraksi-fraksi secara proporsional, kemudian akan diputuskan pula secara bersama-sama.

Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Setara Institute mengajak MPR RI untuk mengkaji secara mendalam fenomena toleransi yang dapat berdampak pada ketidakharmonisan dan pertikaian di dalam masyarakat.

“Sudah bukan waktunya kita terus membicarakan soal suku, minoritas, dan perbedaan agama. Ada persoalan yang sangat krusial untuk dibahas dan ditemukan jalan keluarnya,” kata Ketua MPR RI.

Ia memaparkan beragam persoalan yang sangat krusial itu, antara lain kesenjangan kaya-miskin, pemerataan kesejahteraan, dan keadilan.

Zulkifli mengaku merasa tersanjung karena diajak bersama-sama melakukan kajian yang lebih mendalam menyangkut intoleransi.

Kegiatan tersebut, menurut dia, tidak jauh beda dengan tugas dan kewenangan yang selama ini menempel pada MPR.

“Majelis Permusyawaratan Rakyat akan selalu terbuka menerima pemikiran dan masukan masyarakat terkait dengan konstitusi dan praktik intoleransi,” katanya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menyampaikan keinginan lembaganya untuk mengajak serta MPR melakukan kajian yang lebih mendalam, antara lain karena praktik-praktik intoleransi masih sangat mudah ditemukan di tengah kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. AN-MB