Mengantarkan Kemenangan PDIP pada Pemilu 1999

foto lepug(1)
Denpasar (Metrobali.com)-

”KONGRES Rakyat” digelar di Sanur, Bali, 8-10 Oktober 1998, yang melahirkan PDI Perjuangan berlalu sudah. Eforia kesuksesan kongres masih terasa. Dukungan masyarakat dari berbagai pelosok Tanah Air terhadap PDI Perjuangan semakin hari semakin membesar. PDI Perjuangan benar-benar menjadi harapan masyarakat untuk memimpin bangsa ini. Partai ini melejit popularitasnya di tengah maraknya partai-partai baru. Waktu itu, PDI Perjuangan diyakini banyak kalangan akan memenangkan Pemilu 1999. Karena turunnya Soeharto dari kursi Presiden, Pemilu memang dipercepat dari jadwal rutin lima tahunan. Seharusnya Pemilu berikutnya dilaksanakan pada 2002, namun dipercepat menjadi 7 Juni 1999.
Karena dpercepat, partai politik pun harus mempersiapkan diri secara cepat pula. Ada 48 partai politik yang dinyatakan dapat ikut Pemilu 1999 dari 141 partai politik yang terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM saat itu. PDI Perjuangan pun harus cepat-cepat melakukan persiapan menghadapi Pemilu 1999.
Meskipun sukses menggelar kongres yang spektakuler dan mendapat dukungan yang luas dari masyarakat, bukan berarti PDI Perjuangan tidak diterpa problem. Meskipun pemerintahan sudah berganti rezim, tapi tetap berusaha agar PDI Pro Mega tidak tumbuh menjadi partai besar. PDI Pro Mega yang kemudian berubah nama menjadi PDI Perjuangan masih dimusuhi oleh penguasa. Masalah lainnya yang dihadapi PDI Perjuangan ketika menghadapi Pemilu 1999 adalah mencari orang atau kader yang mau dicalonkan menjadi anggota DPR dan DPRD di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Tidak terkecuali di Bali, masalah tersebut juga muncul. Setelah kongres yang sukses luar biasa itu, PDI Perjuangan mengintensifkan konsolidasi mempersiapkan diri ikut Pemilu 1999. Struktur kepengurusan partai dimatangkan. Made Arjaya yang waktu itu menjadi Ketua PAC PDI Perjuangan Denpasar Selatan merangkap sebagai sekretaris DPC.
Namun ketika tiba mempersiapkan sosok-sosok yang akan diajukan sebagai calon anggota DPR/DPRD permasalahan muncul. Padahal PDI Perjuangan baru saja sukses menggelar kongres. Dukungan masyarakat sangat besar. Tapi masalahnya, PDI Perjuangan sangat sulit mencari calon anggota legislatif. I Nyoman Lepug menemui kader-kader PDI Pro Mega, merayu mereka agar mau dijadikan calon anggota dewan. “Saya sama bapak harus bergerilya dan turun mencari orang sampai ke Singaraja, Karangasem agar mau dicalonkan menjadi anggota dewan, apakah untuk DPR pusat, DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota se-Bali. Sebab mereka tidak yakin PDI menang. Mereka juga masih belum percaya PDI Perjuangan ini bisa ikut Pemilu. Mereka belum tahu apakah PDIP ini diakui atau tidak. Dengan eforia kesuksesan kongres ternyata masih juga partai ini kesulitan mencari calon legislatif,” cerita Made Arjaya, dalam bukunya “Made Arjaya Nyawa Bali”.
Hingga hari-hari pencalonan yang semakin dekat, belum banyak kader PDI Perjuangan yang bersedia menjadi calon. Karena itu, ketika didaftarkan ke KPU tidak semua daerah bisa mencapai kuota dua ratus persen caleg sesuai aturan yang ada. Di Denpasar sendiri, PDI Perjuangan juga kesulitan mencari kader yang mau menjadi calon legislatif (caleg).
I Nyoman Lepug mendatangi kader-kader PDI yang pro Megawati, tetapi tetap saja banyak di antara mereka yang tidak mau. Mereka masih bimbang. Mereka merasa tidak tahu eforia perubahan yang terjadi dalam tubuh bangsa arahnya ke mana. Namun, I Nyoman Lepug ditemai putranya, Made Arjaya, terus menemani bapaknya merayu para kader.
Misalnya Nyoman Lepug mendatangi Sarwa Kabiana untuk maju sebagai caleg DPR RI. Namun, tokoh senior PDI Perjuangan ini tidak bersedia. Ia menginginkan menjadi calon di DPRD Provinsi Bali. Lantas Made Urip, misalnya, dicomot untuk menjadi caleg DPR RI. Untuk DPRD Kota Denpasar, dirayu IGP Budiarta. Dia tokoh PDI Perjuangan di Pedungan. Di Kesiman diajak Pastika, untuk menjadi caleg DPRD Provinsi Bali. Di Sanur ada keluarga Made Arjaya. Ada juga tokoh PDI Perjuangan Denpasar Tu Rah Baba. Kader PDI Perjuangan Wayan Kariasa (Kablet) waktu itu tidak mau. “Istrinya Pak Wayan Koster juga begitu, tidak mau dicalonkan. Banyak orang yang tidak mau. Orang berpikir bakal jadi apa belum tahu. Masih ada keraguan,” Made Arjaya mengisahkan.
Karena itu, hingga batas akhir pendaftaran calon legislatif PDI Perjuangan, partai ini masih kekurangan caleg. Hingga detik-detik terakhir, caleg yang diajukan masih terus tambal sulam. Ganti-pasang lagi. Sebanyak kader yang mau dicalonkan, sejumlah itulah yang diajukan. Sebanyak mungkin tokoh-tokoh dan anak-anak mereka dicomot untuk dicalonkan, meskipun begitu tetap saja kekurangan.
Persoalan bukan hanya berhenti di situ. Selain kekurangan kader untuk dicalonkan sebagai anggota dewan, ternyata PDI Perjuangan dihadapkan pada masalah lainnya. Calon-calon anggota dewan yang diajukan PDI Perjuangan juga tersandung masalah ijazah.
I Nyoman Lepug sendiri melarang anaknya, Made Arjaya, menjadi caleg pada Pemilu 1999. Padahal saat itu, Arjaya menjadi ketua PAC, yang secara ex-offecio menjadi caleg. Namun, atas AA Puspayoga yang datang ke rumah Nyoman Lepug di Sanur, akhirnya Arjaya  menjadi caleg DPRD Kota Denpasar.
Pemilu 1999 pun tiba. PDI Perjuangan pesta kemenangan. Untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi Bali, PDI Perjuangan berhasil merebut 39 kursi. Untuk pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota, suara PDI Perjuangan juga melonjak tinggi dan menjadi pemenang. Dalam pemilihan anggota DPRD Kota Denpasar, PDI Perjuangan meraih 28 kursi, dari total kursi 40 kursi yang tersedia. Artinya PDI Perjuangan meraup 70 persen.  RED-MB