Bambang Widjojanto

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat laporan mengenai transaksi-transaksi mencurigakan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sejak Juni 2010.

“KPK mendapat informasi mengenai transaksi mencurigakan ini dari masyarakat pada Juni-Agustus 2010. Kami melakukan kajian dan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan), dan pada 2012 hasil kajiannya kami periksa kembali,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Selasa (13/1).

KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) 12 Januari 2015.

“KPK tidak pernah mendapatkan surat dari PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan)karena surat PPATK mengenai hasil analisis transaksi keuangan mencurigakan itu dikeluarkan 23 Maret 2010 dan dikiirimkan ke kepolisian RI. Dari situ kemudian ada surat balasannya yaitu surat dari Bareskrim pada 18 Juni 2010, mengenai pemberitahuan hasil penyelidikan transaksi mencurigakan perwira tinggi Polri atas nama Irjen BG (Budi Gunawan) pada saat itu,” ungkap Bambang.

KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka saat ia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.

“Ekspose pertama dipimpinan Pak AS (Abraham Samad) pada Juli 2013, kami memperkaya dengan resume pemeriksaan LHKPN pada Juli 2013 dan sudah dijelaskan akhirnya dibuka lidik sekitar pertengahan tahun lalu dan hasil lidik itu yang dijadikan dasar untuk dilakukan ekspose (gelar perkara),” ungkap Bambang.

KPK meyakini memiliki dokumen-dokumen yang menjadi bukti bahwa Budi terkait erat dengan transaksi mencurigakan tersebut.

“Kami juga punya dokumen hasil pemeriksaan LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dijadikan dasar, yang diperkaya oleh investigasi penyelidikan-penyelidikan baik tertutup maupun strategis lain yang dilakukan KPK,” kata Bambang sambil menunjukkan lembaran besar mengenai transaksi-transaksi mencurigakan tersebut.

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengenai pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Budi (56 tahun) saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri Akademi Kepolisian. Ia sebelumnya pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjadi wakil presiden (1999-2004) dan ajudan Megawati saat menjabat sebagai 2001-2004.

Karir Budi pada 2004-2006 adalah menjadi Kepala Biro Pembinaan Karyawan Polri, selanjutnya Kepala Sekolan Lanjutan Perwira Lembaga Pendidikan dan Latihan 2006-2008, kemudian Kapolda Jambi (2008-2009), Kepala Divisi Pembinaan Hukum (2009-2010), kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 2010-2012, hingga Kapolda Bali (2012). AN-MB