Keterangan foto: Pendiri Ekonomi Bali Creatif H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H.,yang juga caleg DPR RI dapil Bali dari PKB nomor urut 2.

Denpasar (Metrobali.com)-

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Kementerian Luar Negeri akan menggelar The World Conference on Creative Economy (konferensi ekonomi kreatif tingkat dunia) di Bali pada 6 hingga 8 November 2018.

Nantinya akan ada lebih dari 1.000 delegasi dari total 58 negara dan organisasi internasional yang terdiri atas pejabat setingkat menteri maupun chief executive officer (CEO) dunia usaha, akademisi, media, dan pelaku ekonomi kreatif yang akan hadir di Bali.

“Konferensi ekonomi kreatif ini menjadi momentum yang baik untuk mempromosikan produk ekonomi kreatif Indonesia khususnya Bali khususnya juga yang dihasilkan pelaku UKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah),” kata pengusaha yang juga pendiri Ekonomi Bali Creatif, H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H., di Denpasar Rabu (26/9/2018).

Dalam konferensi ini diharapkan pelaku ekonomi kreatif tanah air khususnya dari Bali mampu membangun jejaring pemasaran yang lebih luas sehingga bisa menggarap peluang pasar ekspor produk ekonomi kreatif. Selain itu konferensi ini juga menjadi kesempatan emas untuk menarik minat investor berinvestasi pada ekonomi kreatif di Indonesia khususnya juga Bali.

“Potensi ekonomi kreatif kita sangat besar. Apalagi ekonomi kreatif Bali juga semakin maju ditambah dengan tingginya kreativitas orang Bali,” tegas Eko yang caleg DPR RI dapil Bali dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) nomor urut 2 itu.

Pria  yang juga aktif sebagai konsultan ekonomi manajemen keuangan dan properti menjelaskan cakupan ekonomi kreatif meliputi enam belas subsektor. Yaitu arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik fashion. Lalu ada aplikasi dan game developer, penerbitan, periklanan, televisi dan radio, seni pertunjukan dan seni rupa.

Namun menurut Eko, tiga subsektor utama yang menopang ekonomi kreatif di Indonesia yakni kuliner, fashion dan kriya. “Tiga sektor ini juga yang makin bergeliat di Bali yang merupakan destinasi pariwisata internasional,” ungkap pria yang juga penulis buku ekonomi bisnis “best seller” berjudul “Sukses Ada di Pikiran dan Infrastruktur Ekonomi”.

Sementara subsektor ekonomi kreatif lain yang pertumbuhan bagus antara lain film animasi dan video, desain komunikasi visual, serta aplikasi dan pengembangan game. “Untuk film animasi dan video potensi dikembangkan di Bali sangat besar apalagi dengan keunikan dan keragaman budaya yang bisa diangkat menjadi bumbu cerita,” terang Eko yang juga anggota REI (Real Estate Indonesia) dan pengurus Kadin Bali itu.

Mengutip data dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), sektor ekonomi kreatif telah berkembang pesat di Indonesia. Pada tahun 2015 sektor ini menyumbang Rp 852 triliun atau 7,38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Lalu pada tahun 2016 sektor yang menaungi industri film ini pun menyumbang PDB sebesar Rp 922,58 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 13,47 persen.

Tahun 2017 menyumbang Rp 990 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 17,4 persen. Sementara untuk tahun 2018 ini diproyeksikan menyumbang PDB sebesar Rp 1.041 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 18,2 persen.

“Jadi secara nasional ekonomi kreatif akan menjadi kekuatan ekonomi baru yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan,” ujar Eko yang juga pernah mengabdi sebagai Tenaga Ahli Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tiga subsektor utama ekonomi kreatif di Indonesia yakni kuliner, fashion, dan kriya. Pada 2016, subsektor kuliner menjadi menyumbang terbesar dalam PDB ekonomi kreatif yakni sebesar 41,40% atau sekitar Rp 382 triliun.

Kemudian untuk subsektor fashion tercatat menyumbang sebesar 18,01% atau sebesar Rp 166 triliun, dan disusul subsektor kriya sebesar 15,4% atau sebesar Rp 142 triliun di 2016 lalu.

Pewarta: Widana Daud

Editor  : Whraspati Radha