Jakarta (Metrobali.com)-

Komoditas pangan terutama beras jangan sampai dipolitisasi guna memberikan pencitraan yang baik bagi pemerintah agar dapat mewujudkan ketahanan pangan yang sesungguhnya di Indonesia.

“Beras rentan dengan politisasi,” kata Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin dalam Simposium Pangan Nasional “Penguatan Mata Rantai Ketahanan Pangan yang Mandiri dan Berdaulat” di Jakarta, Senin (2/12).

Bustanul mencontohkan, data terakhir disebutkan bahwa produksi padi adalah sebesar 70,9 juta ton gabah yang dapat dikonversi menjadi 40,4 juta ton beras per tahun.

Ia mengingatkan, jumlah konsumsi beras untuk sekitar 245 juta warga Indonesia adalah diperkirakan mencapai sebesar 28 juta ton beras per tahun. “Harusnya surplus beras, tetapi mengapa beras masih ada yang diimpor,” ujarnya.

Bustanul yang juga Ketua Pokja Dewan Ahli Ketahanan Pangan juga menyoroti mengapa perkembangan kinerja ekonomi beras kerap lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya saat penyelenggaraan pemilu seperti dialami pada 2004 dan 2009.

Selain itu, ujar dia, harga beras domestik atau dalam negeri sejak Januari 2010 selalu lebih tinggi atau diatas harga rata-rata beras di sejumlah negara tetangga di kawasan Asia Tenggara seperti di Thailand dan Vietnam.

“Kalau demikian, siapa yang bisa membantahkan impor beras lebih menggiurkan,” katanya.

Karena itu, ia juga menginginkan agar fenomena munculnya para rente atau makelar impor di bidang pangan juga sesuatu hal yang musti diwaspadai berbagai pihak.

Sementara itu, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills Franciscus Welirang mengingatkan bahwa pangan memiliki peran penting n strategis dalam negara.

Apalagi, ujar Franciscus Welirang, UU Pangan telah mengamanatkan bahwa pangan adalah untuk kebutuhdan dasar manusia yang adil dan berkelanjutan berdasarkan kemandirian dan kedaulatan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Sebagaimana diberitakan, untuk mendukung pengembangan kawasan transmigrasi menjadi sentra pangan, Perum Bulog memberikan dukungan dengan melakukan pembelian gabah/beras langsung dari petani transmigran dan mengembangkan sinergi kemitraan “on farm”.

“Artinya untuk pengadaan beras, kita tidak mengandalkan mitra besar. Kita langsung ke Gapoktan (gabungan kelompok petani) atau kelompok penggilingan padi,” kata Direktur Utama Perum Bulog Soetarto Alimoeso dalam seminar Pra Rembug Nasional Ketransmigrasian di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (12/11).

Pembelian beras langsung dari petani itu diharapkan dapat mendorong pengembangan sentra pangan di lokasi-lokasi transmigrasi yang akan mendukung ketahanan pangan sehingga mengurangi ketergantungan pada impor. AN-MB