Denpasar (Metrobali.com)-

Puluhan mahasiswa Hindu di Bali yang tergabung dalam Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) mendatangi Kantor DPRD Bali, Jumat (5/7), untuk meminta anggota dewan mendesak penegak hukum agar serius mengusut tuntas kasus pencurian “pretima” (benda sakral).

Ketua Cabang KMHDI Kabupaten Badung Ketut Bagus Putra di Denpasar meminta anggota DPRD Bali mengawal dan mendorong para penegak hukum agar serius mengusut tuntas kasus pencurian benda sakral yang marak terjadi di sejumlah pura di Bali.

Rombongan KMHDI berorasi di depan Gedung DPRD Bali kemudian diterima Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta serta beberapa anggota lainnya.

Bagus Putra di hadapan anggota DPRD menjelaskan kasus pencurian “pretima” tersebut hingga saat ini mengambang dan tidak jelas penanganannya. Padahal kasus serupa sudah terjadi sejak 2010 dan terus terjadi hingga saat ini.

“Kasus ini sangat melukai umat Hindu yang ada di Bali. “Pretima” adalah benda sakral dengan proses ritual dan memiliki nilai sejarah di berbagai pura di Bali. Bila dibiarkan, akan berpotensi mengancam tatanan kehidupan beragama di Pulau Dewata,” ujarnya.

Ia prihatin dengan kondisi dan tatanan masyarakat Bali karena aparat kelihatannya tidak berdaya dengan kasus tersebut, buktinya, tidak ada penyelesaian yang nyata.

“Kami mempertanyakan dimanakah para penegak hukum yang mengusut kasus serupa dan kenapa terus saja terjadi,” ujarnya.

Dikatakannya, hingga saat ini sudah ada 16 pura di Bali yang dicuri pretimanya. Termasuk tindakan pengrusakan terhadap pura untuk mengambil pretima tersebut. Hukuman yang diterima terhadap para pelaku juga tidak setimpal dengan perbuatan yang dilakukan.

Para mahasiswa juga mempertanyakan masuknya aktor penadah pretima asal Italia bernama Roberto Gamba. Padahal pelaku penadah ini sudah divonis bersalah, sudah menjalani hukuman dan bahkan sudah dideportasi ke negara asalnya.

“Bahkan setelah di deportasi saat ini Gamba sudah kembali masuk ke Bali. Ini membuat resah banyak warga Pulau Dewata. Para mahasiswa juga meminta kepada DPRD Bali untuk memfasilitasi “pretima” yang sudah menjadi barang bukti dalam pengusutan kasus tersebut,” katanya.

Begitu juga kini status “pretima” tidak jelas, apakah akan tetap menjadi barang sitaan, atau tetap menjadi barang milik negara.

“Kita mengharapkan kalau bisa benda sakral tersebut disimpan di museum atau bagaimana caranya sehingga tidak diperdagangkan,” katanya. INT-MB