karo humas 4 (1)

Denpasar (Metrobali.com)-

Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, M.Si membantah keras terjadinya pemukulan terhadap Yoyok Rahardjo, seorang jurnalis Radar Bali  pada acara dialog terbuka yang digelar Gubernur Bali Made Mangku Pastika di Ruang Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Minggu (2/3) lalu. Bantahan ini disampaikannya menyusul berkembangnya berita pemukulan terhadap jurnalis yang dimuat di sejumlah media cetak dan online. Demikian disampaikan Ketut Teneng dalam siaran persnya, Rabu (5/3).

“Saya bisa pastikan tak ada pemukulan pada rekan jurnalis karena saya ada di sana saat Bapak Gubernur diwawancarai,” jelasnya. Selain dia, jurnalis lain juga banyak dan ikut mewawancarai Gubernur saat itu. “Bisa dicek ke rekan-rekan pers yang lain,” tambahnya. Manalah mungkin, tambah Teneng, sebuah acara yang bertujuan untuk  mewujudkan kedamaian diwarnai oleh tindakan kekerasan seperti itu. Jadi, jika kemudian ada yang mengatakan terjadi pemukulan, kemungkinan itu hanya halusinasi yang bersangkutan semata.

Teneng juga menyayangkan pemberitaan yang dibuat berlebihan dengan kata ‘dibogem’ dan ‘dipukul’.  Padahal faktanya, hal itu tak terjadi sama sekali.  Untuk itu, Karo Humas berharap agar media tak mengembangkan berita tanpa bukti-bukti yang kuat dan mendasar. Karena, hal itu hanya akan memperkeruh suasana Bali yang saat ini dalam keadaan kondusif. Dalam kesempatan itu, dia kembali mengajak kalangan media untuk ikut mengambil peran dalam membangun Bali melalui pemberitaan yang berimbang, proporsional dan tidak provokatif. “Saya berharap kalangan jurnalis mengedepankan profesionalisme dengan tetap berpegang pada kode etik dalam melakukan peliputan dan pemeberitaan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Metrobali.com memberitakan aksi kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di wilayah hukum Polda Bali. Kali ini peristiwa nahas tersebut menimpa Yoyok Rahardjo, jurnalis Radar Bali. Yoyok dipukul oleh orang tak dikenal. Tragisnya, aksi pemukulan itu terjadi di depan Gubernur Made Mangku Pastika.

Peristiwa itu bermula ketika Yoyok menghadiri pertemuan dialog publik yang digagas Made Mangku Pastika menyikapi aksi demontrasi cap jempol darah bertuliskan “Penggal Kepala Mangku P”. Aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa itu dilakukan oleh Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (Jalak) Sidakarya Denpasar.

Pertemuan yang rencananya dihadiri kubu pro dan kontra itu berjalan tak seimbang lantaran kubu yang menolak proyek reklamasi seluas 838 hektar tak hadir. “Yang hadir hanya pendukung gubernur. Pastika meluapkan memaparkan beberapa berita yang dianggap menyudutkannya seperti yang termuat di Bali Post dan termasuk Radar Bali,” kata Yoyok saat dihubungi Metrobali.com, Senin 3 Maret 2014.

Menurut Yoyok, kala itu Pastika sempat menyatakan kekesalannya atas pemberitaan di Bali Post dan Radar Bali. Hal itulah kemudian memancing emosi para pendukungnya yang rata-rata pada pertemuan itu dihadiri beberapa di antaranya dari kalangan ormas.

“Mereka sempat teriak-teriak ‘mana radar’,” jelas Yoyok. Usai pertemuan, lanjut Yoyok, sejumlah jurnalis bersiap untuk mewawancarai doorstop Made Mangku Pastika.

“Saat doorstop itu, Pastika selalu berbicara fokusnya ke aku saja, seolah ingin menunjukkan ini loh (wartawan) Radar Bali. Waktu itu tidak jadi wawancara, malah ngobrol saja, marah-marah ke aku,” jelas Yoyok. Kala itulah tiba-tiba seseorang yang tak dikenalnya memukul dari arah belakang. “Aku sempat menghindar. Kena rambutku aja,” tutur Yoyok.

Kala itu, gubernur sempat melerai. “Gubernur sempat melerai, bilang ‘sudah-sudah’. Tapi orang itu masih penasaran dan terus berteriak. Akhirnya dia diamankan. Tapi masih cari aku terus,” imbuh Yoyok.

Pastika kemudian turun ke lantai satu. Yoyok pun beranjak kembali ke kantornya untuk membuat reportase. “Saya tidak kenal orangnya. Tidak tahu dari mana. Yang saya tahu dia pakai baju batik,” jelasnya.

Kini, Yoyok sedang mempertimbangkan untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polda Bali. “Kalau kasus ini menjadi akhir intimidasi, masyarakat faham dengan kerja-kerja jurnalis. Maka saya tidak laporkan dan saya anggap selesai,” kata Yoyok.

Sebaliknya, jika kasus itu dianggap awal untuk terus mengintimidasi jurnalis yang sedang melakukan reportase, Yoyok mengaku akan melaporkannya ke pihak kepolisian. “Sebab itu bisa menjadi preseden buruk bagi kerja jurnalistik,” paparnya.

Ia menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. “Kalau keberatan dengan pemberitaan, ada UU Pers. Ada jalurnya, sudah diatur. Sementara itu, Kepala Biro Humas Pemprov Bali, I Ketut Teneng belum berhasil dikonfirmasi mengenai insiden ini. Tiga kali dihubungi melalui telepon selulernya, Teneng belum mengangkat telepon Metrobali.com. AD-JAK-MB