Berkenaan dengan beberapa berita Bali Post, antara lain terbitan Sabtu (3 Maret 2012), Minggu (4 Maret 2012) dan Senin (5 Maret 2012), dengan hormat  kami sampaikan sebagai berikut :

  1. Berita tersebut merupakan pemuatan yang kesekian kalinya oleh Bali Post seputar topik desa pakraman yang berawal dari pemuatan berita dengan judul “Pasca Bentrok Kemoning – Budaga : Gubernur : Bubarkan Saja Desa Pakraman” tanggal 19 September 2011 yang ternyata merupakan berita yang melanggar hampir seluruh prinsip-prinsip jurnalistik seperti : melanggar prinsip akurat, melanggar prinsip adil, tidak beritikad buruk, tidak mencampuradukkan fakta dengan opini pribadi, tidak menghasut dan menyesatkan dan fitnah;
  2. Oleh karena berita Bali Post tanggal 19 September 2011 itu benar-benar tidak memenuhi kaidah jurnalistik – karena Gubenrur Made Mangku Pastika tidak pernah mengeluarkan peryataan demikian dan wartawan Bali Post Biro Klungkung tidak ada di lokasi – maka beberapa saat kemudian Gubernur mengajukan somasi. Sayang, somasi tersebut tidak disikapi, malah sebaliknya Bali Post semakin gencar dan dengan sengaja memuat berita-berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik sehingga Gubernur melihat hal itu sebagai tindak kejahatan dan Gubernur tidak lagi berpijak pada ketentuan UU Pers untuk menyikapinya. Itu sebabnya Gubernur melaporkan Bali Post kepada pihak berwajib serta lanjut mengajukan gugatan perdata atas kerugian yang ditimbulkan oleh berita-berita beritikad buruk Bali Post;
  3. Mengetahui dirinya dilaporkan secara pidana dan digugat secara perdata, Bali Post bukannya menurunkan tensi pemuatan berita yang merugikan Pemprov Bali, malah sebaliknya kian terbuka menjelek-jelekkan program Bali Mandara dan figur Made Mangku Pastika. Semuanya dilakukan dengan sengaja dan terencana sehingga masyarakat Bali yang kritis mengetahui ada upaya tidak baik Bali Post dibawah kepemimpinan pemilik perusahaan Anak Bagus Satria Naradha (SN);
  4. Berikutnya, peristiwa Bendesa Pakraman Jagaraga, Sawan, Buleleng I Nyoman Sura meninggalkan forum simakrama Gubernur di Gedung Kesenian Gde Manik, Singaraja, Sabtu, 25 Februari 2012, dijadikan momentum untuk kembali membesar-besarkan kurangnya perhatian Pemprov Bali kepada prajuru desa pakraman. Dengan gaya dan egoismenya, Bali Post membesar-besarkan kejadian itu sehingga usaha-usaha character assasination semakin kentara. Kejadian yang hanya 1 per 16 atau hanya 6,25 persen dari jumlah penanya dalam simakrama itu benar-benar diblow up, sehingga terkesan ada bahkan arahnya kali ini lebih jauh dari sekedar character assasination (karena tidak benturan antara prajuru desa pakraman dengan Gubernur Bali;
  5. Ada indikasi kejadian di Buleleng itu dikelola menurut manajemen konflik effect domino karena setelah memuat keluarnya Bendesa Jagaraga I Nyoman Sura dari forum simakrama di Buleleng, Bali Post memuat opini sejumlah prajuru desa pakraman lain di Bali yang kehadirannya dalam simakrama masih diragukan. Para narasumber bahkan sangat mungkin tidak mengetahui kejadian sebenarnya karena tidak ada di lokasi kejadian dan tempat tinggalnya puluhan kilometer dari Singaraja;
  6. Berita sebagaimana tersebut pada poin 5 sempat terhenti sejenak (tanggal 2 Maret 2012) setelah Humas Setda Provinsi Bali menyampaikan klarifikasi mengenai pemberian insentif kepada prajuru desa pakraman yang telah berjalan sejak tahun 2001. Klarifikasi Humas tersebut menanggapi berita Bali Post di halaman satu dengan judul : Gubernur Jangan Bergaya Militer yang dimuat Bali Post 1 Maret 2012;
  7. Namun, sehari kemudian, 3 Maret 2012, Bali Post kembali memuat berita tendensius  yang menempatkan Pemprov Bali sebagai subjek sasaran. Sudut pijak opini (perspektif) berita kali ini mengalami perubahan dari pemelinitiran pernyataan Gubernur menjadi tuntutan perhatian yang datang dari perangkat adat kepada Pemprov Bali. Padahal, semua orang mengetahui, yang semestinya memerhatikan desa pakraman bukan hanya Pemprov Bali, juga Pemkab/Pemkot se-Bali dan pemerintah pusat;
  8. Pada saat bersamaan, Bali Post mulai mencari-cari isu dengan mengangkat pendapat warga yang jauh dari ibukota provinsi mengenai tuntutan atas janji kampanye Pilkadasung Bali tahun 2008 dimana Made Mangku Pastika menjadi Cagub. Dari sini kami mengamati, manajemen effect domino dan chain reaction (reaksi berantai) propaganda mirip cara media massa Thailand menjatuhkan pemerintahan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra dipraktekkan di Bali. Perhatikan misalnya bagaimana pendapat MADP Penebel Gede Wayan Sutarja alisa Ki Bendesa (BP, Sabtu, 3 Maret 2012), demikian juga berita Menguat, Tuntutan dari Buleleng (pada hari yang sama) dan berita dibawah judul : MMDP Dukung Perjuangan Bendesa Adat;
  9. Dengan perilaku Bali Post seperti itu amat jelas terlihat bahwa koran ini makin jauh melanggar Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers karena terkesan secara sengaja dan terus menerus menyebarkan berita bohong, mencampuradukkan fakta dengan opini pribadi, dan menghasut dan menyesatkan pembacanya demi membangun ketegangan antara masyarakat Bali dengan Pemprov Bali;
  10. Sementara mengetahui keadaan tidak kondusif telah berlangsung berbulan-bulan, Dewan Pers tidak berbuat apa-apa. Dewan Pers seakan menutup mata pada kontruksi propaganda Bali Post. Apakah itu karena SN menjadi anggota Dewan Pers?
  11. Ke depan, apabila Dewan Pers membiarkan Bali Post terus melakukan upaya-upaya provokatif dan propaganda seperti itu, tanpa melakukan tindakan yang semestinya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan di Bali terjadi persoalan sosial, hukum, moral dan keamanan, maka persoalan sosial, hukum dan keamanan itu menjadi tanggungjawab utama Dewan Pers dengan ABG Satria Naradha sebagai anggota didalamnya dan Bali Post beserta Kelompok Media Bali Post itu sendiri;
  12. Ini kami ingatkan karena saat ini sudah ada keluhan dan ketidakpuasan dari sebagian masyarakat Bali yang terekam dari forum diskusi dan internet yang menyatakan tidak puas pada pemberitaan Bali Post dan Kelompok Media Bali Post. Peringatan ini kami sampaikan karena kami tidak akan memberikan klarifikasi ataupun konfirmasi berkenaan dengan pemberitaan Bali Post dan Kelompok Media Bali Post karena selama ini kendatipun dijelaskan dengan baik selalu diplintir;
  13. Tidak perlu lagi kami sibuk mengklarifikasi berita selanjutnya karena sejak awal Bali Post tidak lagi memenuhi ketentuan jurnalistik tetapi sudah jauh melenceng dan hanya memenuhi kepentingannya tertentu;
  14. Biarkanlah kami fokus untuk menjalankan tugas dan kewajiban kami. Apalagi Gubernur Bali Made Mangku Pasika telah dipercaya oleh rakyat Bali melalui Pilkadasung 2008 untuk mengemban amanat rakyat Bali hingga Agustus 2013. Kami tak ingin terganggu pemberitaan berbau tendensius, menghasut, fitnah dan sesat.

Demikian untuk mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya.

 

 Denpasar, 15 Maret 2012,

Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali,


Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si

Pembina Utama Muda

NIP. 19571118 197903 1 002