Keterangan foto: Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Bali, Drs. Nyoman Sarjana, M.IKom/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Bali, Drs. Nyoman Sarjana, M.IKom. menilai bahwa presiden terpilih nantinya pada Pilpres 2019 sejatinya harus mendengar aspirasi para guru Paud yang sedang memperjuangkan nasibnya dengan mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 terkait pemenuhan hak-hak dasar kesetaraan guru Paud.

“Kami berharap MK mengabulkan gugatan kami sebab sudah empat tahun lamanya guru-guru PAUD nonformal memperjuangkan nasibnya. mereka pernah datang ke DPR, menghadap Mendiknas dan menyurati presiden, tapi sepertinya tidak ada yang peduli,” kata Nyoman Sarjana, Rabu (3/4/2019).

Menurutnya, guru PAUD nonformal dianggap bukan guru, sehingga tidak bisa diangkat menjadi pegawai negeri. Akibatnya, juga tidak bisa mendapat gaji resmi, tunjangan dan sertifikasi.

“Ironisnya, Jika guru PAUD tidak mendapatkan kesetaraan melalui undang-undang, maka keberadaan ratusan ribu guru-PAUD yang tersebar di seluruh Indonesia tidak bisa mendapatkan dana hibah dari pemerintah daerah,” terang Sarjana.

Dalam UU Guru dan Dosen yang termasuk PAUD Formal adalah Taman Kanak-kanak (TK), “Jadi kami minta persamaan hak agar diperlakukan sama dengan Guru PAUD Formal, sebab selama ini hanya yang mengajar di TK saja yang boleh mengikuti sertifikasi dan menerima hak sebagai guru sedangkan untuk Kelompok Bermain (KB) dan Tempat Penitipan Anak (TPA) tidak bisa ikut ujian sertifikasi karena aturan tidak mengijinkan sehingga hal ini merupakan pengkebirian hak-hak Guru PAUD nonformal,” pungkas Sarjana.

Pewarta: Hidayat
Editor: Hana Sutiawati