Keterangan foto: Pengusaha yang juga Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Kabupaten Badung Haji Bambang Sutiyono.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pengusaha yang juga Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Kabupaten Badung Haji Bambang Sutiyono menyebutkan bahwa santri memiliki karakter karakter kemandirian yang kuat. Hal ini menjadi modal kuat seorang santri untuk berdaya secara ekonomi setelah keluar dari pondok pesantren.

“Santri berpijak pada kemandirian yang berpijak pada kultur pesantren. Untuk itu santri siap membangun bangsa, berdaya secara ekonomi bahkan bisa menjadi wirausaha dan membuka lapangan pekerjaan,” kata Haji Bambang Sutiyono saat ditemui di sela-sela Istighotsah Kubro: Dzikir dan Doa untuk Keselamatan Bangsa di Gedung PWNU Bali, Jalan Pura Demak, Denpasar, Minggu malam (21/10/2018).

Hal tersebut juga disampaikan terkait peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada Senin, 22 Oktober 2018 ini. Ditambahkan bahwa karakter santri tidak pernah meminta-minta. Santri juga tidak neko-neko karena sudah terdidik dan terasah kemandiriannya.

“Santri sudah terdidik ketataan, ketawakalan dan kemandirian. Mereka tidak neko-neko. Selepas dari pesantren, santri juga banyak yang membuka usaha sendiri,” imbuh pria yang juga Direktur Bali Ratu Relaxation & Esthetic Spa itu.

Sementara pihaknya juga mengapresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo yang akan menghadirkan lebih banyak Balai Latihan Kerja (BLK) di pondok pesantren. “Santri memang masih identik dengan kultur pesantren. Namun ke depan kami yakin dengan adanya BLK, santri akan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dunia industri dan dunia usaha. Mereka bisa lebih terasah mindset kewirausahaannya,” kata owner PT. Aura Mustika Indonesia (REFRESH) itu.

Terkait keberadaan santri di Bali, ia juga mengajak agar mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kultur di Pulau Dewata serta menggarap berbagai peluang ekonomi yang ada. “Santri harus adaptif dengan lingkungan dimana berada. Kalau di Bali harus sesuai dengan lingkungan di sini, kalau di Jawa ya harus sesuaikan dengan lingkungan sosial di sana,” tandas pria yang juga pemilik PT. Mas Wangi Tour & Travel itu.

Sementara itu Istighotsah Kubro ini dipimpin langsung Ketua PWNU Provinsi Bali Haji Abdul Aziz bersama Rais Syuriah PWNU Bali Kyai Haji Noor Hadi, Ketua Pagar Nusa Bali Haji Zainuri, Ketua LDNU Provinsi Bali Ustad Imaduddin, serta Ketua MUI Kota Denpasar dan sejumlah pengurus PCNU Kabupaten/Kota di Bali.

Sementara itu salah satu sesepuh NU di Bali H.M. Eko Budi Cahyono yang juga hadir di acara ini kembali berpesan keberagaman dan kebersamaan sangat penting untuk terus dirawat dan diharga. Hal itu juga penting untuk menepis dikotomi minoritas atau mayoritas. Apalagi Bali memang menjadi rumah toleransi dan pluralisme.

Ia juga menyampaikan keberadaan warga Nadliyin (NU) di Bali untuk bersama-sama membangun Bali terutama para santri yang memang menetap di Bali. Ia meyakini santri di Bali tidak mengenal yang namanya hoaks, tidak ada pengkotak-kotakan. Semua punya cita-cita dan tujuan yang sama yakni bersama-sama membangun bangsa dan negara.

“Kita semua hidup rukun dan damai di Bali. Ini modal yang sangat kuat untuk bersama-sama membangun Bali,” tegas pria yang juga ekonom dan pendiri Ekonomi Bali Creatif itu.

Pewarta : Widana Daud

Editor : Whraspati Radha