Denpasar (Metrobali.com)-

Gubernur Bali Made Mangku Pastika membantah keras telah mengeluarkan pernyataan mensejajarkan diri dengan Rsi Markandeya terkait dengan pro kontra masuknya Kawasan Besakih sebagai KSPN. Dia pun sangat menyesalkan, apa yang disampaikannya terus menerus dipelintir sebuah media lokal untuk memuaskan sentimen pribadi. Baru-baru ini, Gubernur diberitakan arogan dan mensejajarkan diri dengan Rsi Markandeya. Media tersebut kemudian memblow-upnya dengan mewawancarai sejumlah tokoh termasuk sulinggih. Padahal, dalam kesempatan wawancara dengan wartawan media tersebut, Gubernur sama sekali tak pernah mengeluarkan pernyataan mensejajarkan diri dengan Rsi Markandeya. Berita yang berkembang dinilai sebagai opini wartawan bersangkutan yang diramu sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Penegasan tersebut disampaikannya melalui Kepala Biro Humas I Ketut Teneng, Selasa (5/11).

Menurut Ketut Teneng, pernyataan Gubernur disampaikan dalam konteks kecintaan terhadap Pulau Dewata. “Gubernur mengatakan bahwa beliau adalah salah satu orang yang pernah mendapat sebuah kehormatan untuk mendem pedagingan di Pura Basukian, Besakih. Dimana, yang melakukan mendem pedaginganpertama di pura tersebut adalah Rsi Markandeya,” urainya.

Dipercaya melakukan mendem pedagingan 2 Nopember 2002 silam memiliki makna khusus bagi Mangku Pastika yang kala itu menjadi Ketua Tim Investigasi Kasus Bom Bali. Karena setelah itu dia mendapat tuntunan Ida Betara dan berhasil menemukan nomor kir mobil yang dipakai Amrozy cs untuk melakukan aksi terornya di Bali. Inilah menjadi kunci pembuka pengungkapan kasus Bom Bali.

Selain itu, pengungkapan fakta bahwa Gubernur Mangku Pastika yang meresmikan nama Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) di Samuan Tiga pada April 2004 juga bukan untuk maksud dan tujuan sesumbar, tetapi mengungkapkan fakta yang sebenarnya tentang perhatian dan kecintaannya pada budaya Bali yang bernafaskan Agama Hindu.

“Jadi apa yang disampaikan bukanlah dalam konteks untuk sesumbar, namun menyiratkan kecintaan beliau terhadap Bali serta tidak mungkin ada niatan untuk merusak kesucian pura,” tambahnya. Teneng sangat menyesalkan jika akhirnya pernyataan tersebut dipelintir sedemikian rupa hingga mengesankan kalau Gubernur Mangku Pastika itu arogan dan mensejajarkan diri dengan Rsi Markandeya.

Tak sampai di situ, berita tersebut kemudian diblow up dengan mewawancarai sejumlah tokoh. Sehingga akhirnya muncul berita-berita provokatif yang sangat memojokkan Gubernur Mangku Pastika. Teneng berharap, media tersebut menghentikan upaya-upaya memuat berita yang tak sesuai fakta. “Kita berharap, semua media berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dalam melakukan pemberitaan,” pintanya. Ditambahkan Teneng, media juga punya tanggung jawab moral untuk menjaga Bali tetap kondusif. “Kalau bilang cinta Bali, buktikan dengan ikut berperan menjaga Bali, jangan malah membuat berita provokatif hanya karena sentimen pribadi,” pungkasnya. DA-MB