MetroBali

Selangkah Lebih Awal

DPRD Papua-Papua Barat sampaikan delapan permintaan ke Presiden Jokowi

Kepala Staf Kepresidenan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bertemu dengan 48 orang pimpinan DPRD Papua dan Papua Barat di Kantor Staf Presiden Jakarta, Selasa (24/9) (Desca Lidya Natalia)

Jakarta (Metrobali.com) –
Pimpinan DPRD dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Papua dan Papua Barat menyampaikan delapan permintaan kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan situasi terkini di Papua.

“Mencermati aspirasi dan harapan masyarakat Papua dan stakeholder yang sudah menyampaikan pada kami. Malam tadi kami rumuskan beberapa poin yang menjadi pokok pikiran dan kami sampaikan ke Pemerintah. Persoalan ini, harapan kami masalah di Papua bisa diselesaikan secara bertahap, dengan baik, sehingga pemerintahan dan pembangunan di sana bisa berjalan baik,” kata Ketua DPRD Kabupaten Maybrat, Papua Barat Ferdinando Solossa di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Selasa.

Ferdinando menyampaikan hal tersebut bersama dengan 47 orang pimpinan DPRD kabupaten/kota se-Provinsi Papua dan Papua Barat dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang akan meneruskan permintaan tersebut kepada Presiden Joko Widodo.

“Pertama, kami minta dialog antara Pemerintah Pusat dan tokoh-tokoh Papua, khususnya tokoh-tokoh yang dipandang memiliki ideologi yang konfrontatif atau berseberangan seperti ULMWP dan KNPB. Dialog dimaksud agar dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang independen, netral, dan objektif dalam menyelesaikan akar persoalan politik, HAM, dan demokrasi di Tanah Papua,” tambah Ferdinando.

ULMWP adalah Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua yang dipimpin oleh Benny Wenda. Sedangkan KNPB adalah Komite Nasional Papua Barat, baik ULMWP maupun KNPB disebut oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian bertanggungjawab atas kerusuhan di Papua dan Papua Barat karena memproduksi hoaks.

“Kehadiran pihak ketiga tersebut krusial dan strategis untuk dapat memperkuat rasa saling percaya dari berbagai elemen masyarakat,” ungkap Ferdinando.

Permintaan kedua adalah mendesak kepada Pemerintah Pusat untuk segera melakukan revisi terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

“Ketiga, menarik pasukan nonorganik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat,” tambah Ferdinando.

Keempat, mendorong pembentukan pemekaran daerah otonomi baru khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat

“Kelima meminta kepada Presiden Indonesia melalui Mendagri dan Kapolri untuk memfasilitasi pertemuan dengan beberapa kepala daerah yang wilayahnya menjadi pusat pendidikan pelajar mahasiswa Papua dan Papua Barat untuk mendapatkan jaminan keamanan,” ungkap Ferdinando.

Keenam, mendorong terbentuknya Komisi Kebenaran, Keadilan dan Rekonsiliasi (KKKR) guna menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Ketujuh, meminta Mendagri memfasilitasi pertemuan gubernur, bupati/wali kota, Majelis Rakyat Papua/Majelis Rakyat Papua Barat, DPR daerah pemilihan Papua dan Papua Barat, pimpinan DPRD provinsi, pimpinan DPRD kabupaten/kota se-Provinsi Papua dan Papua Barat dengan Presiden untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi di Tanah Papua,” jelas Ferdinando.

Kedelapan, penegakan hukum yang transparan, terbuka, jujur, dan adil terhadap pelaku rasisme di Surabaya, Malang, dan Makassar.

Atas permintaan tersebut, Moeldoko mengatakan bahwa stabilitas nasional sangat ditentukan oleh stabilitas daerah.

“Harapan kita, teman-teman ini bisa menjadi pelayan terbaik masyarakatnya sehingga bisa mewujudkan beberapa aspirasi berkembang di masyarakat. Kita sama-sama menjaga stabilitas nasional itu karena sangat dipengaruhi stabilitas daerah dan stabilitas daerah pun mempengaruhi stabilitas nasional padahal tidak ada daerah yang dapat membangun tanpa didukung stabilitas yang baik,” kata Moeldoko. (Antara)