Standly J.E Suwandhi
Standly J.E Suwandhi, Kabid Perhubungan Darat, Pimpinan Rapat.


Denpasar (Metrobali.com)-

Tuntutan para sopir taksi untuk menutup dan membubarkan Grab dan Uber Taksi direspon oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali dengan menggelar rapat untuk mengadili pihak Grab dan Uber Taksi di Bali. Rapat yang dipimpin langsung Kabid Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Provinsi Bali Standly J.ESuwandhi dihadiri Kasub Ditlantas Polda Bali A. Muzain bersama Ketua YLPK Bali I Putu Armaya, pihak perwakilan GrabCar dan Uber serta seluruh Asosiasi Angkutan dan Sopir se-Bali di Kantor Dishub Bali, Kamis (21/1).

Hasilnya mereka sepakat untuk sementara menutup dan melarang Uber Taksi beroperasi di Bali, karena pola aplikasinya tidak berizin dan tidak menggunakan angkutan yang legal. Pihak Uber juga diminta segera menindaklanjuti dan bertanggung jawab atas keputusan ini. Sementara Grab Car di Bali sementara diberikan toleransi sampai menunggu regulasi dari Kementerian Perhubungan. “Sikap kita dari hasil pertemuan itu memutuskan melarang Uber Taksi beropersi di Bali. Karena seperti taksi, Uber tidak memiliki legalitas sehingga harus dilarang beroperasi di Bali, meskipun memakai kendaraan yang legal karena beroperasi seperti armada taksi. Tapi untuk Grab, karena memiliki izin yang legal bisa tetap beroperasi, sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah,” tegas Standly.

Menurutnya operasional Uber ini sepertinya berbeda dengan GrabCar yang menggunakan angkutan sewa. Karena Uber ini mirib seperti taksi dan ada tarif argo yang seharusnya diatur dan disetujui oleh pemerintah sesuai usulan operator taksi, sehingga tidak terikat kesepakatan harga. Jadinya Uber ini melanggar aturan, karena menentukan tarif dengan argo mirib taksi dan operasional kendaraannya tidak berizin angkutan. “Kasarnya barang gelap yang djual Uber, karena operasional seperti taksi tapi yang digunakan untuk konsumen tidak seperti taksi. Jadinya harus jelas dan kita akan follow up terus. Karena jika Uber melayani permenit perkilometer dan harganya ditentukan sendiri inilah yang bermasalah,” katanya.

Namun pihak Uber tetap mengelak dan mengaku beroperasi tidak seperti Taksi, karena mirib seperti Grab Car cuma penerapan tarifnya saja yang berbeda. Seperti diungkap Marketing Uber di Bali, Dimas Dwinovanto Putra yang mengaku Uber sebagai perusahaan asing (PMA) yang sedang dalam proses legalitas di Bali yang berbasis aplikasi angkutan. Namun Ia menolak berkomentar ketika ditanya soal larangan operasional Uber di Bali. Mengingat aplikasi produk Uber ini digunakan pihak driver atau penumpang mirib dengan Grab atau Gojek. Sementara pihak Marketing Supervisor Grab Car, Cokorda Narayana mengaku aplikasinya sudah legal dan mempunyai izin sebagai perusahaan aplikasi dan terdaftar di Indonesia dan telah melakukan pemotongan pajak pendapatan para sopir. Namun di Bali masih dalam proses mengurus izin agar juga bisa legal di Bali. “Untuk di Bali kita bekerjasama dengan mobil-mobil yang memiliki izin angkutan. Itu kita wajibkan seperti di Bali mobil yang kita pakai sudah legal,” ujarnya.

Terkait keputusan itu, Wakil Ketua III Organda Bali, Pande Sudirta juga menyatakan Grab dan Uber sebagai perusahaan aplikasi harus ikut bertanggung jawab sebagai penyelenggaran jasa angkutan. Jika ada komplin pastinya Grab atau Uber yang dicari, jadinya ikut terlibat dalam jasa transportasi dan ikut dalam sistem apalagi memotong bayaran sekitar 10 persen. Oleh karena itu aplikasi ini harus berizin dan mengikuti aturan jasa angkutan. “Apalagi perusahaan ini hanya di dunia maya dan masih samar-samar, karena tidak jelas kedudukannya. Kita berpendapat Grab dan Uber yang tidak mengikuti perizinan yang ada meskipun diajak bekerjasama perusahaan angkutan lokal. Apalagi menggunakan angkutan pribadi,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Perwakilan Aspaba, Mangku Kanta yang menyatakan Aspaba dengan tegas menolak keberadaan Grab dan Uber di Bali. Termasuk Ketua ASAPFB, Wayan Suata menyatakan Uber beroperasi ilegal. “Soal Grab Car itu sudah berizin apanya ditolak, tapi Ubernya ini tidak jelas. Sudah maya-maya (tidak jelas, red), tidak bayar pajak lagi. Jadinya bubarkan saja uber di Bali,” katanya yang kembali dipertegas oleh A.A. Supartha Djelantik yang resmi mewakili Organda Bali menyatakan belum ada kajian legalitas aplikasi dan kelembagaan Grab dan Uber Taksi untuk jasa transportasi di Bali. Karena jika ada persoalan nantinya siapa yang bisa dituntut dan bertanggungjawab. “Selama ini legalitas aplikasi dan kelembagaan Grab dan Uber belum nyambung dan harus dikaji secara hukum. Oleh karena itu, Dinas Perhubungan harus mengabil sikap untuk meredam gejolak di masyarakat. Kita persilahkan aparat mengambil sikap terhadap kendaraan yang tidak memiliki legalitas,” pungkasnya. ARW-MB