Tomson Situmeang

Jakarta (Metrobali.com)-

Advokat Tomson Situmeang menggugat munculnya kembali frasa pemeriksaan notaris ijin Majelis Kehormatan dalam UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ke Mahkamah Konstitusi.

“Advokat sebagai pemohon perorangan punya hak konstitusional karena munculnya subtansi yang sama dalam UU Jabatan Notaris yang sudah dibatalkan mahkamah,” kata Kuasa Hukum Pemohon, Charles Hutagalung, dalam sidang pengujian UU Jabatan Notaris di MK Jakarta, Kamis (4/9).

Charles mengungkapkan bahwa pemohon sebelumnya adalah Kuasa Hukum dari Kant Kamal yang menguji UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris terkait frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” yang telah dibatalkan mahkamah sehingga memiliki kedudukan hukum mengajukan perkara ini.

Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 66 ayat (1), Pasal 66 ayat (3) dan Pasal 66 ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pasal 66 ayat (1) UU 2 Tahun 2014 berbunyi: “Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris”.

Pasal 66 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2014 berbunyi: “Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan”.

Pasal 66 ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2014 berbunyi: “Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan”.

Charles mengungkapkan bahwa frasa yang diajukan tersebut telah dibatalkan MK dalam putusan Nomor 49/PUU-X/2012.

Dalam putusan ini, MK menyatakan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemohon kembali menguji frasa ini, kata Charles, karena membatasi kewenangan dari Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik untuk menegakkan hukum dan seolah-olah kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik berada di bawah kewenangan Majelis Kehormatan Notaris.

Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 66 ayat (1), Pasal 66 ayat (3) dan Pasal 66 ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2014 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sidang panel pengujian UU Nomor 2 Tahun 2014 ini diketuai Hakim Konstitusi Maria Farida didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Aswanto.

Maria Farida meminta pemohon kembali mengkontruksi permohonannya karena mahkamah tidak bisa memutus dan mengadili dalam perkara yang sama.

“Ini harus dijelaskan bahwa frasa yang sama telah diputus oleh MK, UU-nya sudah diubah dalam perubahan tetapi mencatumkan frasa yang sama,” kata Maria.

Hal yang sama juga diungkapkan Anwar Usman agar pemohon untuk mengkontruksi kembali permohonannya agar mehkamah tidak memutus “nebis in idem”.

Sedangkan Aswanto meminta pemohon untuk lebih merinci kerugian konstitusional pemohon sebagai advokat terhadap berlakunya UU Jabatan Notaris ini.

Untuk itu majelis panel memberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. AN-MB