Gubernur Papua Lukas Enembe (baju merah) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membahas pendekatan terhadap mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya (foto: VOA/Petrus Riski).

Gubernur Papua merencanakan kembali pertemuan dengan mahasiswa Papua, setelah dalam kunjungannya, Selasa (27/8) petang, ditolak oleh mahasiswa di asrama Jalan Kalasan, Surabaya.

Gubernur Papua, Lukas Enembe menyatakan akan terus berupaya bertemu dan berdialog dengan mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya. Penjadwalan kembali pertemuan ini, setelah rombongan dua Gubernur ini ditolak dan diusir oleh para mahasiswa.

“Mungkin kita tidak kordinasi baik, makanya kita ditolak seperti itu, kita akan schedule ulang untuk bertemu dengan mereka (mahasiswa). Saya punya staf sudah kemarin ke sini, baik Papua maupun Papua Barat, ternyata mereka juga ditolak. Bahkan anak-anak yang di dalam, orang tuanya ada di sini, orang tua anggota DPR, dan mereka tidak mau keluar. Kita akan schedule ulang yang penting kita aman, Jawa Timur aman, orang Papua aman, di mana-mana aman,” kata Lukas.

Meski mengaku tidak mempunya data detil dari penghuni asrama mahasiswa Jalan Kalasan, Lukas Enembe menegaskan tidak ada anggota gerakan Papua merdeka di asrama itu. Lukas juga mengaskan sikapnya untuk bersama masyarakat Papua yang lain, tetap pada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Gerapan Papua Merdeka tidak ada, itu orang di Papua sana yang memegang senjata. Tidak ada, tidak ada, dia datang dari mana, tidak ada, itu mahasiswa, tapi saya tidak tahu apakah mereka ini mahasiswa semua atau ada yang tidak kuliah, ya itu saja. (Papua) tetap bagian Indonesia,” tambah Lukas.

Terkait spanduk bertuliskan “Referendum” di pagar depan asrama Jalan Kalasan, Lukas mengaku tidak berwenang memutuskan dan memenuhi permintaan para mahasiswa. Lukas menyatakan telah menyampaikan perihal ini kepada Presiden Joko Widodo, yang atas nama negara dapat memutuskan suatu masalah.

“Itu kan yang selama ini kami terima di mana-mana. Saya sudah laporkan ke Pak Jokowi juga. Referendum, bukan kita yang menentukan, itu negara. Gubernur tidak punya kewenangan meluluskan seperti itu, itu negara. Negara yang memutuskan itu. Tanya kepada saya mau referendum, ya itu bukan saya karena itu urusannya negara,” tukasnya.

Suasana di depan asrama mahasiswa Jalan Kalasan, Surabaya, saat Gubernur Papua Lukas Enembe berusaha menemui mahasiswa (foto: VOA/Petrus Riski).
Suasana di depan asrama mahasiswa Jalan Kalasan, Surabaya, saat Gubernur Papua Lukas Enembe berusaha menemui mahasiswa (foto: VOA/Petrus Riski).

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga berharap ada pola komunikasi yang semakin baik ke depannya, sebagai antisipasi dan pencegahan hal-hal yang dapat memicu konflik.

“Kami semua selama ini membangun komunikasi, rasanya sudah dengan sangat dekat, sangat baik. Jikalau kemungkinan kami bisa mendapatkan format yang lebih baik lagi,” ujar Khofifah.

Pakar Politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan, penyelesaian konflik di tengah masyarakat yang berbeda-beda latar belakang hingga budayanya, diharapkan dapat mengedepankan terpenuhinya rasa keadikan, penghormatan sebagai sesama manusia, serta membaurkan berbagai anak bangsa yang berbeda dalam satu kegiatan.

“Pertama itu adalah terpenuhinya rasa keadilan dari masing-masing. Nah, terus kedua, adanya penghormatan yang manusiawi sebagai bagian dari sesama anak bangsa. Ketiga adalah, bagaimana pelibatan saudara-saudara kita, warga Papua, dalam konteks ini misalnya di Jawa Timur, untuk ikut terlibat dalam proses-proses bersama, dalam pencairan hubungan yang lebih baik,” kata Airlangga. (pr/jm) (VOA)