Denpasar (Metrobali.com) 

 

Dua megaproyek di Bali yakni penuntasan short cut yang menghubungkan akses Denpasar-Singaraja serta proyek penataan kawasan Pura Besakih diharapkan ditunda dulu. Penundaan proyek infrastruktur ini dinilai layak ditunda lebih dulu mengingat situasi pandemi Covid-19 di Bali yang sangat menguras energi dan memerlukan pendanaan tak sedikit. “Lebih baik ditunda, saya yakin masyarakat Bali bisa memakluminya,” kata Wayan Arta, anggota DPRD Provinsi Bali, Sabtu (9/5/2020).

Politisi dari Partai Hanura ini menyebut agar untuk sementara cukup memanfaatkan shortcut titik 3-4 dan 5-6 saja. Sementara kelanjutan titik lainnya yang ditargetkan tuntas pada 2020, disarankan lebih baik ditunda dulu. Sementara itu soal proyek penataan Pura Besakih juga dinilai bisa ditunda, apalagi dana proyek ini menelan anggaran hingga Rp 1,6 triliun. “Sebaiknya ditunda dulu, saat ini kita benar-benar fokus pada Covid-19 sampai dampaknya bagi masyarakat teratasi,” kata Arta.

Diakui oleh Arta bahwa dua megaproyek itu bukan melulu dari pos APBD Bali, melainkan juga berasal dari APBN. “Tapi Presiden Joko Widodo kan juga sudah menginstruksikan agar melakukan realokasi anggaran agar semua fokus menangani Covid-19,” ujar politisi asal Desa Sidetapa, Buleleng ini.

Arta mengakui bahwa belum lama ini DPRD Bali sudah menyetujui realokasi APBD Bali sebesar Rp 756 miliar. Namun melihat perkembangan situasi, sejatinya lebih banyak lagi dana yang dibutuhkan untuk percepatan penanganan Covid-19 di Bali. “Untuk urusan pangan warga desa yang diisolasi misalnya, terlihat masih kelabakan,” sorot Arta.

Arta merujuk kondisi penanganan warga Banjar Serokadan, Desa Abuan, Kecamatan Susut, Bangli. Justru yang menyediakan dapur umum bagi 2.600 jiwa adalah Dandim 1626/Bangli, institusi di luar Pemkab Bangli ataupun Pemprov Bali. “Termasuk juga munculnya kasus beras busuk bagi warga isolasi di Bondalem Buleleng,” cetus Arta.

Untuk soal pangan warga yang menjalani karantina wilayah saja kewalahan, Arta pun menyebut kondisi lebih luas juga menimpa warga yang bukan menjalani karantina. “Ya krama yang terdampak Covid-19 lebih luas lagi yang memerlukan bantuan setidaknya sembako ataupun pangan untuk kelangsungan hidup sehari-harinya,” ujarnya lirih.

Karena itulah Arta mendorong pembangunan infrastruktur di Bali dikaji ulang. “Isunya bukan hanya penanganan Covid-19, melainkan juga kecukupan pangan bagi mereka yang terdampak. Krama Bali masih membutuhkan bantuan kelangsungan hidupnya akibat terdampak virus yang sudah meneror sejak bulan Maret 2020,” ujar pria murah senyum ini.

Diakui oleh Arta bahwa penanganan Covid-19 melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Provinsi Bali hingga terbentuknya Satgas Gotong Royong Covid-19 di tingkat desa cukup baik. Tapi diingatkan pula bahwa banyak pos anggaran yang idealnya dibutuhkan. Penanganan pandemi Covid-19 termasuk masa pemulihan, diingatkan Arta akan membutuhkan dana super besar. Tapi hal ini dinilai Arta sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Bali terhadap kesejahteraan warganya sebagaimana konsep nangun sat kerthi loka Bali yang dibangun oleh Gubernur I Wayan Koster. “Jadi sebaiknya megaproyek infrastruktur di Bali dihentikan dulu. Toh, nanti setelah Covid-19 sudah teratasi dan masa pemulihan sudah selesai, proyek-proyek itu bisa dilanjutkan kembali,” kata Arta.

Besarnya penanganan Covid-19 itulah yang menurutnya harus dibarengi dengan penundaan mega proyek di Bali. “Anggaran bisa dialihkan untuk banyak hal, mulai kesehatan, pertanian, peternakan, program padat karya, bantuan sembako, bantuan tunai hingga bantuan bagi desa adat,” urainya.

Khusus desa adat, diingatkan bahwa desa adat saat ini menjadi salah satu garda penting dalam penanganan Covid-19. “Kita lihat sendiri kan, dalam beberapa waktu terakhir desa adat berjibaku mulai dari sekadar sosialisasi, menggencarkan patroli hingga harus ikut mengawasi PMI (Pekerja Migran Indonesia, Red). Karena itu desa adat layak mendapat support lebih,” katanya.

Sementara itu menyikapi wacana penundaan megaproyek penataan kawasan Pura Besakih, anggota DPRD Kabupaten Karangasem I Wayan Budi menyatakan sependapat jika ditunda.

“Sebagai warga Karangasem saya senang-senang saja kalau kawasan Besakih dibenahi, tapi melihat kondisi saat ini lebih tepat kesejahteraan warga terdampak Covid-19 lebih diutamakan,” kata Ketua Fraksi Catur Warna di DPRD Karangasem ini.

Anggota dewan asal Lingkungan Jasri, Kelurahan Subagan, ini menyebutkan bahwa pembangunan harus memperhatikan prioritas-prioritas. Dan diingatkan pula bahwa pembangunan bukan melulu infrastruktur, melainkan juga pembangunan manusia seutuhnya. “Keberlangsungan warga terdampak Covid-19 lebih urgen, dan mau tak mau anggaran harus dilakukan realokasi dari proyek infrastruktur,” kata mantan jaksa yang bergabung dengan Partai Hanura di Karangasem ini. (hd)