warga gegelang menempati rmh tdk layak huni

Karangasem ( Metrobali.com )-

Desa Gegelang Kecamatan Manggis Karangasem berada di bukit yang bertetangga dengan warga Bukit Abah Besan Dawan Klungkung. Tempat tinggal warga disana antara satu dengan yang lainnya tersebar di perbukitan. Tempat tinggal atau rumah mereka meskipun ada beberapa yang permanen namun sebagian besar kondisi rumah mereka mejadi satu untuk tidur dan memasak. Sepertinya masyarakat disana tidak pernah tersentuh pemerintah setempat karena mereka menempati Gubug tidak layak huni dan banyak yang tercecer. Aparat dibawah yang semestinya punya peranan penting diduga tutup mata dan enggan terun kelapangan melihat kondisi riil terkait warga yang tidak mampu serta memiliki rumah tidak layak huni. Dengan hasil kehidupan mengolah air kelapa menjadi Arak tidaklah seberapa itupun hanya untuk makan dan pastinya untuk membangun rumah layak huni sudah barang tentu tidak memungkinkan. Bahkan sebagai penyuling warga disana dilakukan turun temurun.

Seperti yang Metrobali temukan salah satu keluarga Nyoman Dedeh 75 adalah mantan penyuling arak dan kini diwariskan kepada putranya bernama Ketut Bagia 34. Dedeh yang berperawakan kekar dan tegap ini dihari tuanya tidak mampu lagi untuk memanjat pohon kelapa. Diusia tuanya untuk menyambung hidup sehari-hari Dedeh tidak mau membebabani anaknya, bersama Istri Ni Ketut Beruk 70 yang selalu setia menemani mengarungi hidup hanya bisa berdiam diri. Namun Dedeh tidak mau berpangku tangan kini dia membuat tali sapi dan telusuk yang terbuat dari bahan karung plastik ( Kampil ). Hasil merajut tali Sapi yang tidak seberapa itu hanya cukup untuk makan sehari hari  Sementara Gubug yang ditempati berukuran 3 x 3 meter itu adalah tempat tinggal satu satunya dimana 8 anak yang dilahirkan ketika itu tidaur menjadi satu. Namun sekarang ke delapan putra putrinya sudah menikah dan yang menemani sisa hidup Dedeh adalah putra keduanya bernama I Ketut Bagia 34. Sementara Bagia bersama istri dan 3 anaknya masih kecil kecil menempati rumah yang ada di utara.

Ditempat tampak rumah yang ditempati Dedeh beratapkan Seng yang diletakan begitu saja. Dinding menggunakan bedeg disana sini lobang yang ditutup dengan janur kelapa yang diulat ( Klangsah ). Melihat kedalam Gubug tampak adanya dapur tradisional hingga kayu kayu berwarna hitam. Temapt tidur hanya beralaskan tikar yang sudah lapuk dan lantaipun masih asli tanah. “ Tidur disini hangat, “ ujar Dedeh. Dari pada  tidur ditempat putranya dingin, imbuhnya.

Untuk makan sehari-hari, ia mengaku tidak mau memberatkan putranya. “ Sekarang Saya tidak bisa seperti dulu memanjat pohon kelapa untuk diambil airnya guna diolah ( disuling ) menjadi Arak.,” ujarnya. Sekarang, pekerjaan saya sehari hari membuat tali sapi dan Telusuk, bahannya dari karung plastik ( Kampil ) yang dilepas terlebih dahulu kemudian baru dirajut menjadi tali, ‘ Imbuhnya. Dari hasil menjual tali sapi dan telusuk itulah dirinya  cukup untuk makan. Menurutnya sehari bisa membuat tali sepanjang 5 meter yang dijual per meter seharga Rp 2000, sedangkan Tulusuk sapi hanya 2 yang bisa diselesaikan dengan harga per biji Rp 3000.

Ditanya apakah bantuan Raskin pernah diterima Dedeh mengaku kalau bantuan Raskin pernah diterima selama 5 kali itupun harus bayar dan sekarang sudah 6 bulan tidak pernah menerima Raskin lagi. “ Ya raskin pernah saya terima, paling banyak 6 Kg dan 4 Kg paling sedikit itupun harus membayar Rp 1000/kg, “ ujarnya. Sekarang sudah 6 bulan Raskin tidak Saya terima, imbuhnya.

Sementara pewaris usaha menyuling Arak adalah Putra Dedeh bernama I Ketut Bagia 34. Lahan milik Desa itu ditanami pohon Kelapa sebanyak 8 pohon. Menurut Bagia dengan jangka waktu 8 hari baru bisa menghasilkan Arak sebanyak 10 liter dan dijual Rp 10 ribu/ liter. Dengan hasil itu dirasa oleh Bagia tidaklah cukup untuk menanggung istri dan 3 anak yang masih kecil kecil, belum dikasi orang tuanya. “ Dengan hasil menjual Arak Rp 100 ribu selama 8 hari tidak cukup untuk menanggung istri dan 3 anak, “ ujarnya. meskipun kedua orang tua tidak mau nerima bantuan, saya tetap kasi itu sudah tanggung jawab saya terhadap orang tua, “ imbuhnya. Terkait Raskin dirinya sama sekali tidak pernah menerima, yang nerima hanya orang tua sekarang sudah 6 bulan tidak pernah diterima.

Hal itu juga disampaikan salah satu tokoh masyarakat Gegelang dia adalah Ketut Suartika. Ia katakan bukan saja keluarga Dedeh mengalami apa yang telah disampaikan. Ada juga beberapa warga mengalami hal yang sama diantaranya Keluarga Ni Wayan Kumpul 60  yang sudah 5 tahun menjanda dan dua warga yang sebelumnya Metrobali beritakan. Menurut Suartika sebenarnya banyak warga gegelang yang tidak mampu dan sama sekali tidak ada perhatian Pemerintah setempat. “ Ya mungkin karena warga disini berada di perbukitan hingga aparat dibawah maupun instansi terkait enggan naik untuk mengetahui keadaan warganya, “ ujarnya.

Sementara itu menurut Suartika mengatakan bahwa, dari informasi kalau hari ini Selasa ( 21/10 ) Pemkab Karangasem dan Provinsi Bali akan datang untuk mengecek keberadaan warga disini. “ Mudah – mudahan informasi itu benar adanya, “ ujarnya. Kasihan kebanyakan warga disini banyak tidak mampu dengan rumah tidak layak huni dan dari Pemkab setempat tidak mau tahu dengan keadaan warganya, imbuhnya sambil berharap agar Pemkab Karangasem untuk datang menengok warganya. SUS-MB