sidang 1

Denpasar (Metrobali.com)-

Staf Tata Usaha Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali Budi Permadi dituntut hukuman penjara selama 6,5 tahun atas dugaan penyelewengan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp944 juta dalam kasus korupsi.

“Terdakwa juga harus membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dikurangi masa tahanan,” kata Jaksa Penuntut Umum I Wayan Sutarjana dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa (5/5).

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Achmed Patensili itu, JPU menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan pertama primer.

Dalam pembacaan tuntutan itu, terdakwa telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomer 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana dIubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Undang-Undang yang sama jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

JPU juga menuntut terdakwa membayar kerugian negara sebesar Rp944 juta dengan ketentuan, apabila terpidana tidak membayar uang pengganti satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Terdakwa wajib mengembalikan kerugian negara Rp944 juta dengan ancaman penjara tiga tahun tiga bulan penjara apabila tidak mampu mengembalikan,” ujarnya.

Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa di antaranya adalah perbuatannya telah mempermalukan dan mencoreng citra kejaksaan sebagai penegak hukum dan perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Usai pembacaan tuntutan, terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang selanjutnya.

“Kami berikan waktu satu minggu untuk menyiapkan pembelaan,” ujar Petensili.

Perbuatan itu dilakukan terdakwa pada Juni 2013 hingga Juli 2014 yang menyelewengkan barang bukti berupa uang mencapai Rp1,8 miliar.

Total uang yang diambilnya itu terbagi atas barang bukti uang kasus korupsi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar sebanyak Rp944 juta dan sisanya dalam kasus lain yang putusannya belum “inkraacht”.

Dalam kasus korupsi IHDN, Budi bertugas menyetorkan uang hasil sitaan dari para tersangka. Namun, uang tersebut tidak pernah disetorkan terdakwa ke rekening penampungan di BRI.

Terdakwa hanya menyetorkan Rp20 juta dan sisanya digunakan untuk pribadi. Sementara itu, uang sebanyak Rp800 juta lebih itu diambil terdakwa secara bertahap menggunakan cek BRI yang disimpan di bagian bendahara.

Setelah diberikan cek, Budi memalsukan “speciment” tanda tangan Kajati Bali dan Aspidsus Kejati Bali. AN-MB