img_20160908_113655
Denpasar, (Metrobali.com)
Kapolda Bali, Inspektur Jenderal Sugeng Priyanto angkat bicara soal penangkapan I Gusti Putu Dharmawijaya, aktivis Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI). Dharmawijaya ditangkap lantaran menurunkan bendera Merah Putih saat demonstrasi di Gedung DPRD Bali pada 25 Agustus lalu.
“‎Semalam itu tindak lanjut dari peristiwa 25 Agustus lalu, di mana ada unjuk rasa besar dan ditandai dua kejadian yang cukup penting. Pertama, pembakaran ban di 12 titik, kemudian ada penurunan bendera Merah Putih,” kata Kapolda saat memberikan keterangan resmi, Kamis 9 Agustus 2016.
Menurut dia, sebelum melakukan penangkapan, Polda Bali telah melakukan upaya persuasif melalui dialog dengan mengundang perwakilan ForBALI pada 30 Agustus lalu.‎ “Terkait dengan peristiwa penurunan bendera, ini menjadi berita nasional. Beberapa media itu memberitakan. Tuntutan masyarakat sangat tinggi agar kasus itu diusut tuntas,” jelasnya.
Kapolda mengaku telah menduga akan ada reaksi dari penangkapan tersebut. “‎Saya duga akan ada reaksi dan saya tidak kaget. Aturan hukum tetap harus ditegakkan. Kami melakukan ini semata-mata demi penegakan hukum, tidak ada agenda lain,” paparnya.
Sugeng menampik jika aksi penangkapan Dharmawijaya berkaitan dengan reklamasi Teluk Benoa. Lebih jauh jika hal itu untuk maksud mengkriminalisasi seperti diduga aktivis ForBALI yang tercermin dalam hastag#TolakKriminalisasiAktivisForBALI yang beredar di media sosial.
“Kita tidak masuk dalam ranah reklamasi, itu bukan ranah kita. Unjuk rasa silakan sepanjang mengikuti aturan yang berlaku untuk menyampaikan aspirasi dengan tetap menjaga keamanan dan ketertiban,” tegas Sugeng.‎ “Aspek keamanan sangat penting bagi Bali. Mari jaga pulau Bali, jangan dirusak dengan perbuatan yang dapat menciderai citra Bali sebagai tujuan wisata internasional,” tambahnya.
Kapolda juga membantah tudingan aktivis ForBALI jika penangkapan Dharmawijaya yang bertepatan dengan perayaan hari raya Galungan telah menodai makna hari raya umat Hindu tersebut.”‎Terkait hari raya Galungan, saat dilakukan penangkapan yang bersangkutan tidak sedang sembahyang atau sedang berada di pura, dia sedang bekerja di hotel. Jangan dalam konteks tugas polisi itu dikaitkan dengan agama. Kecuali kalau dia sedang ibadah lalu dilakukan penangkapan. Itu saya tidak setuju,” bantah Kapolda.
Kapolda juga menampik tudingan ForBALI jika penangkapan terhadap Dharmawijaya tidak melalui prosedur seperti surat penangkapan, surat tugas dan lainnya.‎ “Tidak benar itu. Tidak mungkin seceroboh itu, jangan spekulasi. Gugat saja praperadilan kalau kami tidak prosedural. Bisa dibatalkan kami juga kena sanksi,” ungkapnya.
“Saya mohon luruskan, tidak ada sama sekali upaya kriminalisasi terhadap dalam upaya ini. Mengkriminalkan yang bukan kriminal, itu kriminalisasi. Saya seringkali sampaikan demonstrasi tidak dilarang, sepanjang tidak mengganggu keamanan,” tuturnya.
Sugeng mengaku banyak mendapat laporan dari masyarakat yang terganggu dengan aksi massa ForBALI yang menurutnya di luar batas. Selain membakar ban dan menurunkan bendera Merah Putih, tak jarang massa juga mendorong dan memukul-mukul mobil yang terjebak dalam kerumunan massa aksi. “Mobil didorong, disuruh minggir, itu membuat masyarakat takut,” katanya.
‎Kapolda menjelaskan, peristiwa penangkapan Dharmawijaya bermula dari adanya pelaporan tindakannya menurunkan bendera Merah Putih. Ada enam saksi yang telah diperiksa, termasuk dua saksi ahli. Adapun barang bukti yang disita yakni rekaman video, foto, memori card merk V-Gen 16 GB‎ dan bendera Merah Putih‎ yang diturunkan di DPRD Bali. Atas perbuatannya, Dharmawijaya telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal 24 dan pasal 66 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. “Dia tidak kita tahan berdasarkan negosiasi semalam. Dia katanya dengan sukarela akan datang ke Polda Bali untuk pemeriksaan,” tutup Kapolda.  JAK-MB