margrietDenpasar (Metrobali.com)-

Terdakwa pembunuh Engeline, Margriet Christina Megawe langsung menyampaikan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Purwanta Sudarmaji dkk. Eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya, Hotma Sitompoel dan rekan itu menampik dengan tegas tuduhan yang disampaikan jaksa.

Hotma Sitompeol menyebut eksepsinya diberi judul ‘Tuhan pasti turun tangan’. “Karena kami percaya dalam pemeriksaan perkara ini Tuhan tidak akan tinggal diam. Tuhan pasti akan menyingkap segala tabir kegelapan. Tuhan akan mengungkapkan segala kebohongan, intrik, rekayasa yang telah terjadi terjadi selama ini,” kata Hotma Sitompoel di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis 22 Oktober 2015.

Menurut Hotma, Tuhan yang akan menuntun kita agar kembali kepada kebenaran, sehingga pada akhirnya kasus ini dapat menemukan titik terang terhadap semua fakta yang sebenarnya terjadi. “Kita percaya Tuhan yang adil itu pasti Tuhan turun tangan memberi keadilan bagi kita semua,” tegas Hotma.

Oleh karena itu, ia melanjutkan, kami menyampaikan harapan kami yang sangat besar pada persidangan ini yang merupakan benteng tegaknya keadilan agar dapat selalu kokoh pada integritasnya. Secara khusus kami sampaikan harapan kami kepada majelis halim yang terhormat, yang merupakan perwakilan Tuhan di muka bumi agar mampu melihat dan menilai kasus ini secara utuh dan menyeluruh, sesuai bukti dan fakta yang ada dan yang terungkap dalam persidangan ini.

“Sehingga, persidangan ini berjalan sesuai mekanisme proses hukum, tidak terpengaruh pada tekanan, opini ataupun intrik-intrik yang dapat merusak citra pengadilan, yang menjauhkan kita dari tujuan mulia persidangan ini yaitu menemukan kebenaran dan memberikan keadilan kepada semua pihak,” ulas dia.

Menurut dia, hal itu mengingat sepanjang bergulirnya perkaara ini, bahkan saat penyelidikan baru saja dimulai sudah terlalu banyak pelanggaran hukum yang terjadi akibat kebohongan, intrik dan rekayasa serta terlalu banyak pihak yang ikut campur. Hotma tak tahu apa motivasi mereka. Yang pasti, ia menduga turut serta berbagai pihak dalam kasus kematian Engeline bukan karena niat dan ketulusan membantu mengungkapkan kebenaran dalam kasus ini. “Mungkin saja karena mereka ingin mencari popularitas, menumpang, menaikkan pamor atau mencari donatur yang tertarik membiayai organisasinya,” sindir Hotma.

Banyaknya pihak yang turut campur dalam persoalan ini justru membuat situasi menjadi gaduh. “Otomatis menyebabkan tidak obyektifnya proses penyelidikan. Dan, meski saya percaya hal itu tidak terjadi, mungkin saja persidangan ini juga,” tegas dia.

Ia menilai terlalu bebas pihak yang ikut campur tadi menyatakan pendapatnya di muka umum yang tidak dapat mereka pertanggungjawabkan. Yang kemudian, katanya, diberitakan oleh sejumlah media massa yang kemudian pada gilirannya membentuk opini negatif yang berkembang di masyarakat. “Akibatnya, substansi melenceng dari persoalan sebenarnya dan sangat jauh dari materi kebenaran. Masyarakat tidak lagi obyektif. Tergiring opini untuk menghukum terdakwa,” beber Hotma.

Bagi Hotma, kematian bocah mungil bernama Engeline merupakan duka semua pihak. “Kematian Engeline duka bagi kita semua dan duka bagi ibu kandungnya, serta secara khusus duka yang teramat mendalam bagi terdakwa,” ujar dia. Terdakwa, Hotma melanjutkan, adalah orang yang paling merasakan duka, paling merasakan terpukul atas kematian Engeline. “Karena selama ini terdakwa yang dengan penuh kasih sayang merawat dan membesarkan Engeline sejak umur tiga hari dan selama delapan tahun mengurus Engeline dengan penuh kasih sayang. Sebagaimana kasih sayang ibu kandung sendiri,” ulas Hotma.

Terdakwalah yang menurutnya paling mengetahui bagaimana kondisi Engeline setiap hari. Karena terdakwa yang setiap hari hidup dan tinggal, makan sepiring dengan Engeline dan tidur bersama. “Selama delapan tahun tidak ada komplain dari siapapun juga baik gurunya, tetangganya, keluarganya, dokter rumah sakit maupun aktivis pemerhati anak, tidak ada komentarnya, apalagi polisi,” bebernya.

“Dan aneh bin ajaib setelah Engeline hilang berduyun-duyun orang, berlomba-lomba orang menjadi saksi seolah-olah sangat mengetahui keadaan Engeline,” tambah Hotma.

Engeline yang sangat disayangi terdakwa, sambung Hotma, telah hilang dari kehidupan terdakwa. “Karena dirampas, dibunuh dengan sangat keji oleh seorang manusia yang tidak berperikemanusiaan yang bernama Agus Tay Hamba May,” tuding Hotma.

“Dan lebih aneh lagi, berlomba-lomba orang membela Agus Tay dan melimpahkan kesalahan kepada terdakwa. Aneh bin ajaib bukan. Dan yang lebih memperhatinkan lagi, justru Agus tay yang telah memfitnah terdakwa justru dilindungi,” demikian Hotma. JAK-MB