Mangupura (Metrobali.com) –
Puluhan pedagang di Pasar Petang, Senin (9/3) kemarin, mengadu ke DPRD Badung. Mereka mengeluhkan kenaikan retribusi dan pungutan lainnya di atas 100 persen di tengah situasi pasar yang relatif sepi akibat beberapa kasus terakshir seperti corona.
Di DPRD Badung, para pedagang diterima langsung Ketua DPRD Putu Parwata dan wakilnya Wayan Suyasa. Hadir juga tiga anggota Dewan lainnya yakni Nyoman Suka, Made Retha dan Gusti Ngurah Saskara.
Di hadapan pimpinan dan anggota Dewan, salah seorang pedagang Ngurah Mayun menyatakan sangat keberatan dengan kebijakan retribusi dan pungutan-pungutan lainnya yang cukup fantastis. Dia merinci, retribusi yang sebelumnya dikenakan Rp7.000 per hari, kini naik menjadi Rp 12.000. Selain itu, ujarnya, pedagang juga dikenakan sewa kios Rp7.000 per meter persegi per bulan, dan pungutan sewa tanah Rp 4.000 per meter per bulan. Dia merinci, sebelum kenaikan setiap pedagang rata-rata kena Rp 210.000 per bulan. “Saat ini setelah kenaikan, pedagang dikenakan sekitar Rp429.000. Ini berarti di atas 100 persen,” ujarnya.
Dia mengaku tak menolak kenaikan. Hanya yang dia sesalkan, kenaikannya terlalu tinggi di tengah lesunya transaksi di Pasar Petang. “Kami sepakat ada kenaikan, tetapi kenaikannya jangan terlalu tinggilah,” katanya.
Hal sama dikatakan, pedagang lainnya Putu Suyadnya. Dia meminta agar kenaikannya jangan sebear saat ini. Ibarat pepah, ujarya, pedagang dan iuran ibarat subatah di pohon dadap. Subatahnya makin gemuk sementara dadapnya kurus kemudian mati.
Dia menyadari, kondisi setiap pasar tidaklah sama. Jika memang di pasar lain yang transaksinya bagus, silakan naikkan hingga 100 persen. Namun ketika di Petang transaksinya lesu, kenaikannya cukup 50 persen.
Aspirasi pedagang ini lebih dipertegas oleh anggota DPRD Badung dapil Petang Nyoman Suka. Mengingat transkasi masih sangat lesu, dia mendesak agar Perumda Pasar menunda kenaikan retribusi di Pasar Petang. “Untuk melindungi pelaku UMKM, kami minta kenaikan retribusi yang sudah berjalan ditunda,” tegas politisi Partai Golkar tersebut.
Terkait hal ini, Ketua DPRD Badung Putu Parwata menyatakan sangat memahami kondisi pedagang yang merasa terbebani pungutan di tengah sitauasi transaksi yang sangat lesu. Untuk itu dia berjanji segera menindaklanjuti aspirasi pedagang dengan mengundang direksi dan dewan pengawas Perumda Pasar Mangu Giri Sedana. “Kami akan mebela pati kepada para pedagang,” ujarnya disambut riuh pedagang yang datang.
Benar saja, tak lama setelah pertemuan dengan pedagang, Ketua DPRD Badung didampingi Wakil Ketua Wayan Suyasa memanggil Direksi dan Pengawas Perumda Pasar angu Giri Sedana. Hadir lengkap yakni Dirut Made Sukantra, Dirops Wayan Astika, dan Dirum Wayan Mustika. Dua pengawas pun hadir.
Pada kesempatan itu, Parwata mengkonfirmasi keluhan para pedagang. Dirut Perumda Pasar tetap menatakan tak ada kenaikan retribusi kepada pedagang. Yang ada hanya pola pemungutannya disatukan sehingga kelihatannya besar. Dulu ada item biaya WC, sampah maupun listrik dipungut secara terpisah. Saat ini disatukan sehingga terkesan ada kenaikan. “Tidak ada kenaikan, cuma pola pemungutannya yang berubah menuju sistem online,” katanya.
Walau begitu, Parwata tetap meminta Direksi maupun pengawas Perumda Pasar agar melakukan kajian terkait dengan retribusi yang dikenakan. Politisi PDI Perjuangan asal Kuta Utara ini menilai, Petang perlu atens. UMKM di ujung utara Badung ini perlu dihidupkan mulai aspek sosial, ekonomis dan politisnya. Dengan begitu, pedagang bisa terangkat. Jika tarif dikenakan secara komersial, jelas UMKM tak terangkat. Karena itu, harus dievaluasi. Soal tarif kembali ke pola lama tak ada kenaikan, selanjutnya ada pungutan-pungutan yang bisa dikurang. Namun jika kondisinya sudha membaik, Parwata mempersilakan Perumda membuat kebijakan baru untuk menaikkan tarif maupun retribusinya. (SUT-MB)