Dolly Peringati Hari Buruh

Surabaya (Metrobali.com)-

Ratusan Pekerja Seks Komersial (PSK), mucikari dan beberapa warga di kawasan lokalisasi Dolly yang tergabung dalam Forum Pekerja Lokalisasi (FPL), Kamis (1/5), merayakan Hari Buruh Internasional, 1 Mei dengan menggelar aksi di sejumlah jalan protokol.

Sebelum memulai aksi, mereka membaca Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dengan membentangkan poster yang bertuliskan “Perjuangan Rakyat Tak Pernah Mati”.

Para pendemo menggelar aksi long march dimulai dari lokalisasi Dolly menuju Jalan Makam Kembang Kuning, Jalan Raya Darmo, dan berakhir di Jalan Gubernur Suryo, depan Gedung Negara Grahadi. Mereka bergabung dengan sejumlah buruh yang menggelar aksi demo Hari Buruh.

Salah satu peserta aksi, Teguh mengatakan aksi ini adalah bentuk penolakkan penutupan lokalisasi Dolly oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Dia menilai, penutupan terlalu dipaksakan karena masyarakat sekitar lokalalisasi belum siap.

“Sebagian besar masyarakat di sekitar Dolly menggantungkan hidupnya dari Dolly. Mulai dari membuka warung, bisnis laundry, toko pracangan, jasa parkir dan beberapa jenis pekerjaan lainnya,” katanya.

Ia mengatakan bahwa pemerintah mengadakan pelatihan untuk PSK, mucikari dan warga. Tapi, waktunya hanya tiga hari. “Ini sangat tidak efektif,” katanya disela-sela aksi.

Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini tidak mempermasalahkan adanya aksi penolakan tersebut. Menurut dia, pemkot sudah memiliki strategi dan taktik untuk mengatasi segala bentuk penolakan penutupan lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara tersebut.

Sayangnya, lanjut dia, pihaknya enggan menjelaskan strategi dan taktik seperit apa yang dimaksud. “Tidak apa-apa mereka menolak. Lagipua saya menutup (Dolly) ini berdasarkan perda dan juga undang-undang,” katanya.

Tri Rismaharini menjelaskan penutupan lokalisasi ini bukan hanya atas dasar perda dan UU semata, tapi juga ingin menyelamatkan masa depan anak-anak yang ada di sana. Anak-anak di Dolly, kata dia, harus diberi wawasan yang lebih luas. Bahwa lingkungan dimana mereka tinggal, tidak hanya berupa praktik-praktik prostitusi.

Terkait dengan tudingan tidak adanya pelibatan warga dalam proses penutupan Dolly, Risma menyatakan, yang menjadi sasaran penutupan adalah rumah-rumah yang selama ini menjadi tempat praktik prostitusi (wisma).

Sehingga, yang dilibatkan adalah para penghuni wisma, baik itu PSK maupun mucikari. Tapi, pihaknya tetap membuka kesempatan pada warga setempat untuk ikut dalam pelatihan ketrampilan yang diadakan pemkot. “Saya tetap optimistis (19 Juni 2014) itu bisa ditutup,” katanya. AN-MB