Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir setelah Pemilu 2014 dan bila tak aral melintang, maka jabatan Yudhoyono bakal berakhir pada 20 Oktober 2014 untuk digantikan oleh penerusnya.

Sejak akhir 2012, Yudhoyono justru mendorong putra-putri bangsa yang merasa bisa menangkap peluang pada 2014, untuk tidak malu-malu, dan tidak ragu tampil menyampaikan niatnya menjadi Presiden mendatang. Ia menghargai munculnya sejumlah nama putra-putri bangsa yang mengajukan diri siap untuk menjadi presiden, karena ini menunjukkan tidak ada sikap apatisme dari elit politik di tanah air.

“Mari kita berikan peluang yang luas kepada para calon presiden untuk memperkenalkan dirinya masing-masing-masing kepada rakyat. Untuk menjelaskan kalau beliau-beliau terpilih menjadi presiden, kira-kira mau dibawa kemana Indonesia ini, kebijakannya dan solusi untuk mengatasi masalah yang kita hadapi ini juga seperti apa. Dengan demikian rakyat pada saatnya akan bisa memilih dengan benar. Tanpa komunikasi seperti itu, rakyat ibaratnya seperti memilih ‘kucing dalam karung’. Ini tidak boleh terjadi,” kata Yudhoyono.

Ia menganjurkan para calon presiden itu untuk tampil, jangan malu-malu, jangan ragu-ragu untuk menyampaikan, “Saya ingin mencalonkan diri sebagai presiden. Saya berkeinginan memimpin negeri ini,” kata Yudhoyono kepada calon penggantinya.

Siapa saja mereka yang telah tampil untuk menjadi pengganti Yudhoyono? Sebut saja Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto bahkan dengan pasangan calon Wakil Presiden dari partai itu Harry Tanoesudibyo, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sedang didekati oleh Partai Kebangkitan Bangsa selain Raja Dangdut Rhoma Irama, dan Ketua Majelis Syura Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra.

Belum lagi 11 peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat yakni Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, anggota BPK Ali Masykur Musa, anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Hayono Isman, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, Duta Besar RI untuk AS Dino Patti Djalal, Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang, mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto, mantan Kepala Staf Angkatan Darat Pramono Edhie Wibowo, dan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan.

Pramono merupakan adik kandung Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi juga disebut-sebut berbagai survei bisa menjadi presiden namun hingga kini partainya, PDI Perjuangan, belum memberikan dukungan secara eksplisit.

Sementara calon presiden dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) antara lain bakal ditentukan oleh Pemilu Raya (Pemira) yang diselenggarakan partainya. Menurut Presiden PKS Anis Matta, kader yang menentukan siapa sosok yang paling layak menjadi bakal capres dari PKS.

Dari 30 nama bakal capres usulan peserta Pemira, kini jumlah itu menyusut menjadi 22 nama yang masih bersifat sementara.

Mereka adalah Wakil Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono, anggota DPR Fahri Hamzah, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Anis Matta, Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nurwahid, anggota DPR Nasir Jamil, Wakil Ketua DPR Sohibul Iman, Sekjen PKS Taufik Ridho, mantan Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Asyhari.

Kemudian, anggota DPR Mahfudz Siddiq, Bendahara Umum DPP PKS Mahfudz Abdurrahman, anggota DPR Mustafa Kamal, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, mantan Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata, anggota DPR Surahman Hidayat, Menteri Pertanian Suswono, Menkominfo Tifatul Sembiring, dan Ketua MPP PKS Untung Wahono.

Yudhoyono berharap media massa juga memberikan peluang yang baik kepada para calon presiden sehingga rakyat sekali lagi bisa mengikuti satu demi satu.

“Kita persilahkan pada saatnya nanti rakyat memilih siapa yang paling dikehendaki,” katanya.

Rakyat tentu saja memilih pemimpin berdasarkan berbagai pertimbangan kemampuan calon pemimpin, rekam jejaknya, dan integritasnya.

“Bisa saja ada lima calon nantinya. Kalau sudah ketemu calonnya, ya terserah rakyat. Kalau yang dipilih X, ya tidak berarti yang lain tidak sebagus X tetapi rakyat memang menghendaki X. Itulah demokrasi, mari kita lihat perjalanan kita,” kata Yudhoyono menambahkan.

Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Yudhoyono juga mengemukakan bahwa penggantinya kelak akan meneruskan pemberantasan korupsi, meneruskan kegiatan reformasi birokrasi, membangun infrastruktur di negeri ini, menjaga pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas politik, menjaga kerukunan di antara umat beragama dan komponen masyarakat yang lain, menjaga peran internasional RI, dan yang tidak kalah pentingnya membikin pembangunan ini makin adil dan merata.

“Capres mendatang haruslah orang yang bermental tangguh, sabar, tegar, mau bekerja siang dan malam, dan harus siap mendapat musibah apapun, mungkin dihujat mungkin dicaci tetapi itulah amanatnya. Itulah takdirnya sebaga pemimpin,” kata Kepala Negara.

Posisi tawar Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Relations (CSIS) Rizal Sukma mengatakan Pemilu 2014 harus mampu melahirkan pemimpin yang dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam kerja sama luar negeri.

Indonesia tidak bisa lepas dari hubungan internasional dan dampaknya. Oleh karena itu, pemimpin mendatang harus lebih memahami peta hubungan internasional serta mampu meningkatkan posisi tawar Indonesia. Indonesia tidak mungkin lepas dari dinamika serta tuntutan global seperti perdagangan bebas dengan adanya Free Trade Area (FTA).

Selain itu, Indonesia juga harus mereposisi kebijakan luar negeri dalam kerja sama investasi, energi dan sumber daya alam, sehingga tercipta hubungan yang seimbang dan menguntungkan.

“Ini memang dibutuhkan pemimpin yang berani, karena ini menyangkut kepentingan kita sebagai negara yang memiliki sumber daya melimpah,” katanya.

Indonesia juga harus meningkatkan posisi ASEAN sebagai forum kerja sama regional yang solid dan memanfaatkan ASEAN sebagai landasan untuk membangun hubungan serta kerja sama internasional yang lebih kuat, terutama dengan negara mitra strategis Indonesia seperti China, Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, Jepang dan Brasil.

Indonesia harus mampu membuat ASEAN satu, tidak terpecah-pecah ada yang mendukung AS, ada yang mendukung China dan sebagainya. Indonesia bertanggung jawab menjaga ASEAN untuk tidak menjadi ‘medan perebutan pengaruh’ antara AS dan China.

Pemilu mendatang diharapkan juga mampu melahirkan pemimpin yang mampu mereposisi kebijakan strategis luar negerinya ke Asia Timur, mengingat kekuatan poros dunia sekarang beralih ke Asia, khususnya Asia Timur.

Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara, jangan hanya fokus pada Asia Tenggara tetapi harus sudah memetakan keterlibatan kita di wilayah lautan India dan Pasifik, sebagai kekuatan menengah di kancah global. Diversifikasi kerja sama luar negeri sangat penting dilakukan Indonesia di masa datang, sesuai potensi yang dimiliki serta dinamika geopolitik dan geostrategis yang berkembang secara regional dan global.

Terpenting adalah rakyat dapat memilih secara cerdas calon pemimpinnya. Tidak hanya bertumpu pada pencitraan melainkan bagaimana visi dan misi serta program kerjanya apakah mendatangkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat atau hanya kepentingan pragmatis sesaat. Jangan sampai rakyat salah memilih pemimpin. Budi Setiawanto/MB