Denpasar (Metrobali.com)-

Proyek PKB Klungkung, untuk pembebasan tanah dan pengurugan seluas 420 ha, memerlukan dana Rp.2,375 M, menggunakan dana pinjaman pemerintah pusat, yang seharusnya dipergunakan untuk pemukihan ekonomi akibat pandemi, dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) senilai Rp.1,5 T. Dana kredit Bank BPD Bali Rp. 875 M.
Dilunasi dalam jangka waktu enam tahun, mulai dari tahun anggaran 2023 – 2028.
Jumlah pelumasan per tahun, belum termasuk bunga dan provisi kredit senilai Rp.396 M. Angka yang cukup besar, untuk proyek mercu suar, yang publik tidak tahu: berapa nilai investasinya, luasan cakupan proyek, pola.kepemilikan dan sistem pengelolaan dan tingkat kelayakan finansialnya Berapa tahun investasi akan kembali, skema pembayaran kredit, risiko finansial kalau terjadi penundaan dan atau kegagalan proyek.
Dari sisi kebijakan fiscal, proyek ini bisa menyebabkan terjadinya pendarahan, bleeding, dalam kebijakan fiscal pemda Bali. Bentuk pendarahan ini dapat berupa, pertama, risiko gagal bayar karena keterbatasan pendanaan pemda Bali untuk enam tahun ke depan. Dalam lanskap ekonomi global yang bercirikan FUCA. Folatility, sarat dengan kelabilan.Uncertainty, penuh ketidak pastian. Complexity, tumpang tindih keruwetan. Ambiguity, serba tidak jelas, tersamar. Kedua, besarnya nilai angsuran pelunasan ini, Rp.396 M per tahun selama enam tahun, bisa mengorbankan proyek peningkatan kesejahteraan sosial seperti: pendidikan, kesehatan, penanggulan kemiskinan, program peningkatan gizi anak-anak balita, perawatan kaum manula.
Bali punya persoalan serius di sini, rasio anak stunting Bali 26 persen, angka kemiskinan naik akibat pandemi dari sekitar 3.persen penduduk menjadi 4 persen. Berarti kenaikan sekitar 30 persen dari jumlah penduduk miskin yang ada. Menyimak APBD Bali tahun 2022 lalu, sektor pertanian dan program penanggulan kemiskinan telah dikorbankan alokasi anggaraanya.

 

Bukut dikeruk untuk megaproyek Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung.

Oppotunity cost dalam artian dikorbankannya proyek kesejahteraan sosial bagi masyarakat menengah dan ke bawah sangat besar. Pendarahan fiscal ini, dibarengi dengan kebijakan di industri pariwisata yang tidak cerdas: pembatalan turnamen U20 di Bali, kontroversi pelarangan naik gunung (kebijakan yang tidak ada di seluruh dunia), anomali perizinan pariwisata dalam kontroversi proyek pembangunan: vila, apartemen dan “citihouse” di Pengosekan Ubud, diprotes warga, izin proyek belum ada pembangunan jalan terus, pemasaran ke warga negara asing telah berlangsung, membuat masa depan industri pariwisata Bali, semakin tidak jelas.
Akibat pendarahan fiscal pemda Bali, rusaknya lingkungan di Bukit Buluh dan Bukit Sawan, mengusik ketenangan dan ketentraman pengempon Pura Bukit Buluh, dan juga Pura Pedharman semeton warga Pasek ring Padang Dawa, terancamnya sumber mata air, tercemarinya lingkungan di Kecamatan Dawan, sudah semestinya proyek PKB Klungkung ini, dikaji ulang, karena lebih banyak mudaratnya, sedangkan manfaatnya nyaris tidak tampak.

Jro Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, pengamat ekonomi dan kebudayaan Bali.