Suryadi Mardjoeki

Jakarta (Metrobali.com)-

PT PLN (Persero) menargetkan pemakaian bahan bakar minyak pembangkit listrik pada 2015 sebesar 5,7 juta kiloliter atau turun 21 persen dibandingkan realisasi 2014 sebesar 7,2 juta kiloliter.

Kepala Divisi BBM dan Gas PLN Suryadi Mardjoeki di Jakarta, Kamis (5/2) mengatakan, pihaknya bertekad terus menurunkan pemakaian BBM pembangkit.

“Pada 2015, pemakaian BBM turun menjadi 5,7 juta kiloliter,” ujarnya.

Menurut dia, penurunan pemakaian BBM sekitar 1,5 juta kiloliter terutama berasal dari pembangkit di Medan yang memakai gas.

Pada 2015, pembangkit di Medan diperkirakan hanya memakai BBM sebesar 1,5 juta kiloliter atau turun dibandingkan sebelumnya sekitar tiga juta kiloliter.

Selain itu, pemakaian BBM di Jawa-Bali juga berkurang sekitar 100.000 kiloliter dengan beroperasinya PLTG di Benoa dan PLTU Celukan Bawang di Bali.

PLTG Benoa dan PLTU Celukan Bawang mulai beroperasi pada pertengahan 2015 yang akan mengurangi pemakaian BBM di sistem Jawa-Bali dari 900.000 menjadi 400.000-500.000 kiloliter.

Dengan penurunan pemakaian BBM tersebut, lanjutnya porsi BBM dalam bauran energi ditargetkan turun menjadi sebesar 8,85 dari realisasi 11,37 persen.

Untuk gas, menurut Suryadi, pemakaiannya ditargetkan mengalami kenaikan menjadi 475 triliun “British thermal unit” (TBTU) dari realisasi 2014 sebesar 450 TBTU.

“Peningkatan pemakaian gas terutama di Medan yang menggantikan BBM dan Bali dari rencana operasi terminal gas di Benoa dan PLTU Celukan Bawang,” tuturnya.

Pada rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Sudirman Said, Rabu (4/2) malam, disepakati subsidi listrik sebesar Rp66,15 triliun.

Asumsi yang dipakai adalah kurs Rp12.500 per dolar, harga minyak (ICP) 60 dolar per barel, pertumbuhan sembilan persen, penjualan 216 tera Watt hour, susut 8,45 persen, dan porsi BBM 8,85 persen.

Lalu, biaya pokok penjualan Rp1.282 per kWh atau Rp277,5 triliun, tarif listrik Rp1.072 per kWh, subsidi operasi untuk pelanggan subsidi Rp57,6 triliun, marjin usaha 7 persen atau Rp7,18 triliun, dan penundaan tarif penyesuaian Rp1,3 triliun.AN-MB