Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha (SPPU) PT Pertamina (Persero) Salyadi Saputra usai menghadiri Nikkei Forum 2023 di Tokyo, Jepang, Jumat (26/5/2023). (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)

 

Tokyo, (Metrobali.com)

Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha (SPPU) PT Pertamina (Persero) Salyadi Saputra mengatakan, Asia termasuk Indonesia memiliki sejumlah tantangan terhadap penerapan energi baru terbarukan atau renewable energy yakni teknologi, regulasi dan pembiayaan.

Salyadi menyampaikan, pada dasarnya setiap negara memiliki masalah yang berbeda terhadap isu energi terbarukan. Namun, secara garis besar, ketiga tantangan tersebut dihadapi oleh negara-negara Asia.

“Masing-masing negara masalahnya berbeda, tapi intinya cuma tiga, jadi tiga itu yang mungkin harus dikerjakan bersama-masa,” ujar Salyadi usai menghadiri Nikkei Forum 2023 di Tokyo, Jepang, Jumat.

Salyadi menyampaikan, saat ini Indonesia belum bisa sepenuhnya menerapkan kebijakan pemberian hukuman terhadap perusahaan yang memproduksi CO2 tinggi. Sementara Singapura, telah memiliki peraturan tersebut.

Menurut Salyadi, Indonesia tidak bisa menerapkan hal serupa karena kondisi yang dihadapi berbeda. Meski demikian, Indonesia harus mempersiapkan diri untuk bergerak dan menyiapkan strategi agar target emisi nol karbon di 2060 bisa tercapai.

“Di kita belum, tapi gimana pun juga ini mau enggak mau, suka tidak suka arahnya ke sana. Jadi kita harus mempersiapkan diri dan kita harus jalankan dengan strategi tadi, enggak boleh rugi, tetap harus untung tapi harus lebih green,” kata Salyadi.

Salyadi mengatakan, Pertamina telah melakukan investasi pada bisnis energi hijau dalam rangka mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan serta mendukung program dekarbonisasi seperti elektrifikasi, battery, solar PV, coal to chemical, geothermal, carbon capture and storage (CCUS) dan hidrogen.

Saat ini, jumlah investasi Pertamina untuk bisnis energi hijau baru mencapai 2-3 persen. Namun, angka tersebut akan terus bertambah.

“Investasi kita kan harus terukur, ekosistemnya seperti apa. Pasti kalau ada kesempatan kita naikin terus. Kalau kita dapat untungnya sama kayak yang konvensional (fosil) tapi green pasti akan kita balikin aja, karena green ini kan lebih sustainable dari yang fosil,” kata Salyadi.

Sumber : Antara