konstruksi

Jakarta, (Metrobali.com)-

Percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi penting guna meningkatkan daya saing tenaga terampil sektor konstruksi di Tanah Air yang dinilai jumlahnya masih minim, padahal pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) tinggal sebentar lagi.

“Dari angka 7 juta jiwa tersebut, komposisi tenaga terampil mencapai 30 persen, sayangnya yang bersertifikat sesuai Undang-undang No. 18 tahun 1999 baru sekitar 5,1 persen,” kata Kepala Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Masrianto dalam rilis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Jakarta, Jumat (5/6).

Menurut dia, percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi penting untuk mengejar ketertinggalan dalam meningkatkan daya saing nasional, mengingat sertifikat adalah pengakuan kompetensi sehingga tukang konstruksi semakin mampu dan percaya diri dalam menghadapi persaingan.

Apalagi, lanjutnya, dengan peningkatan nilai pasar konstruksi sebagai akibat percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan tukang konstruksi dapat berkontribusi secara langsung.

Ia memaparkan bahwa peran sektor konstruksi penting dalam perekonomian nasional, yaitu menyumbang sekitar 10 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto dan menyerap sekitar 7 juta jiwa tenaga kerja.

Untuk itu, pembekalan dan fasilitasi uji kompetensi tukang bangunan umum adalah sebagai upaya untuk meningkatan profesionalisme sumber daya manusia sektor jasa konstruksi salah satunya melalui peningkatan keahlian tenaga kerja terampil.

Apalagi, Masianto mengingatkan bahwa dalam rangka menyambut perdagangan bebas khususnya terbentuknya MEA akhir 2015, maka penting pula untuk sektor jasa konstruksi guna berbenah diri.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyiapkan tiga paket kebijakan untuk mempersiapkan pelaku usaha jasa konstruksi nasional dalam menghadapi MEA tahun 2015.

“Tiga paket kebijakan itu terkait dengan rantai pasok jasa konstruksi, kebijakan terkait segmentasi pasar usaha jasa konstruksi, dan pemaketan pekerjaan konstruksi,” tutur Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono.

Taufik menjelaskan, kebijakan segmentasi pasar adalah pengaturan paket pekerjaan konstruksi dengan nilai lebih dari Rp2,5 miliar sampai dengan Rp50 miliar dipersyaratkan hanya untuk pelaksanaan konstruksi kualifikasi usaha menengah yang kemampuan dasarnya memenuhi syarat.

Sedangkan paket kebijakan yang terkait dengan rantai pasok usaha jasa konstruksi antara lain adalah dengan: mendorong usaha jasa konstruksi yang bersifat umum untuk usaha yang spesialis.

“Ke depan pemerintah akan mendorong usaha spesialis memiliki keahlian dalam teknologi tertentu dan dapat menyelesaikan sebagian pekerjaan konstruksi sesuai dengan keahliannya, serta pemerintah juga akan mendorong terciptanya kontraktor/konsultan tingkat lokal di daerah yang memiliki daya saing, dan dapat menjadi pelaku pembangunan daerah yang handal,” ujarnya.

Kemudian kebijakan yang terkait pemaketan pekerjaan adalah regrouping paket pada Tahun Anggaran 2016 menjadi 50 persen dari jumlah paket Tahun Anggaran 2015, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan penyerapan anggaran serta pertumbuhan ekonomi. AN-MB