Kupang (Metrobali.com)-

Pengamat perikanan dan kelautan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Feliks Rebhung mengatakan, gelombang panas El Nino yang diprediksi BMKG dan Lapan terjadi mulai Juni hingga November 2015 akan membawa keuntungan bagi sektor perikanan.

“Gelombang panas itu mungkin bagi sektor pertanian dan perkebunan serta irigasi akan terjadi kekeringan, kebakaran hutan dan dampak negatif lainnya, tetapi untuk perikanan dan kelautan menjadi berkah karena jumlah ikan meningkat,” katanya, kepada Antara, di Kupang, Rabu (24/6).

Doktor tamatan Fakultas Pertanian Tohoku Senday Univeritas Jepang tahun 1994 itu, mengungkapkan pendapatnya tersebut menanggapi kemungkinan akan terjadi gelombang panas El Nino di sekitar 18 provinsi termasuk di NTT di mana 17 kabupaten di antaranya (daerah NTT) terancaman fenomena itu dan dampaknya bagi produksi perikanan dan kelautan.

Menurut Dosen pada Fakultas Perikanan Undana Kupang itu, kalau toh terjadi gelombang panas El Nino yang ditandai dengan menghangatnya suhu di permukaan Samudera Pasifik, para nelayan yang hidup dari laut itu harus menyambut dengan gembira karena akan meningkatkan produksi tangkapannya.

Sebab, menurut dia, ketika suhu permukaan laut menghangat, akan memicu salinitas yang semakin tinggi. Dengan salinitas yang tinggi, akan memicu plankton yang merupakan makanan ikan bergerak ke atas permukaan. Otomatis ikan mengikuti gerakan makanan tersebut mengumpul di dekat permukaan.

Feliks Rebhung, yang juga ahli Biokimia Lipada dari Undana Kupang itu mencontohkan, pada saat El Nino melanda terakhir 1998, terjadi peningkatan produksi ikan hingga empat kali lipat, yakni dari 500 ton melonjak hingga 2.000 ton.

Dan, lanjut dia, panen ikan berkat El Nino terjadi di Pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa, Bali serta Nusa Tenggara, seperti ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker) yang mencapai peningkatan 80-98 persen di Selat Bali.

Selain itu, lanjut dia, jenis ikan lainnya yang diperkirakan melimpah, yakni ikan tuna yang berkumpul di tengah-tengah perairan hangat dan dingin.

“Tuna ini tidak bisa bergerak langsung ke perairan dingin, dan otomatis dia akan berkumpul di kawasan Pasifik atau El Nino Southern Oscillation,” katanya.

Untuk itu, ia mengimbau para nelayan serta pengusaha di bidang perikanan untuk memasang alat ‘buoy’ untuk memonitor suhu permukaan laut, klorofil, serta kecepatan arus.

Selain itu, tambah dia, perlu disiapkan fasilitas penerapan sistem rantai dingin di sepanjang pantai barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dalam rangka penyelamatan hasil tangkapan nelayan yang melimpah.

“Sistem rantai dingin ini seperti, ‘cold storage’, baik ditempatkan di pabrik maupun di atas kapal supaya bisa menampung banyak ikan dari adanya gelombang panas El Nino itu,” katanya.

Karena itu, katanya, masyarakat terutama para nelayan, tidak perlu panik berlebihan dengan fenomena gelombang panas El Nino karena ada dampak negatif dan positifnya.

“Negatif, mungkin saja tidak baik untuk sektor pertanian dan pengairan serta irigasi, tetapi untuk sektor perikanan dan kelautan merupakan berkah,” katanya.

Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Lapan memprediksi gelombang panas El Nino akan terjadi mulai Juni hingga November 2015.

“El Nino datang hampir bersamaan dengan masa tanam kering atau musim kemarau, yakni April-September (Asep), sehingga perlu menyiapkan upaya khusus (upsus) guna mengantisipasi ancaman dampak gelombang panas El Nino terhadap pertanian,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Moch. Syakir. AN-MB