Mualimin Abdi,

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintah melalui Kemenkumham menyatakan semua hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah menjadi keputusan lembaga negara.

“Hal ini termuat dalam Pasal 1 angka 14 UU Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK,” kata Kepala Balitbang Kemenkumham Mualimin Abdi saat membacakan jawaban pemerintah dalam sidang pengujian UU BPK di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Rabu (17/9).

Mualimin juga mengatakan kata “dapat” dalam Pasal 11 huruf c UU BPK dan Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2004tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara tidak bisa dimaknai sebagai kewajiban. “Kata dapat dalam Pasal 11 huruf c UU BPK sebagai pilihan BPK menghadirkan ahli (dari dalam dan luar BPK) untuk mengungkap hasil pemeriksaan (LHP),” kata Mualimin di depan majelis hakim yang diketuai Hamdan Zoelva.

Mualimin mengatakan kata “dibantu” dalam Pasal 34 ayat (1) UU BPK sebagai penegasan BPK memang mempunyai perwakilan di setiap provinsi guna memperlancar pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan perwakilan BPK bukanlah BPK.

Terlebih, lanjutnya, hubungan BPK dan perwakilan BPK telah diamanatkan Pasal 23G ayat (2) UUD 1945.

 Dia menegaskan perwakilan BPK salah satu organ pelaksana BPK yang mendapatkan mandat melaksanakan dari BPK.

Sebagai penerima mandat, perwakilan BPK berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya kepada BPK.

Dengan demikian, kata “dibantu” dalam Pasal 34 ayat (1) UU BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945.

 “Kami minta MK menolak atau setidaknya tidak menerima permohonan ini karena pasal-pasal yang mengatur tugas dan kewenangan BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Mualimin Pengujian UU BPK ini dimohonkan oleh Faisal yang tersangkut kasus korupsi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Pemohon mempersoalkan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) UU BPK serta Pasal 11 dan Pasal 13 UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Pemohon menilai ketentuan itu multitafsir karena belum tegas menjelaskan siapa yang berwenang menetapkan kerugian negara. Pemohon meminta MK membuat tafsir atas frasa “dengan keputusan BPK” dalam Pasal 10 ayat (2) UU BPK.

Pemohon juga meminta tafsir Pasal 13 UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara yang menyebut BPK dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap ada tidaknya kerugian negara.

Menurut pemohon banyak pemeriksaan yang bukan hasil pemeriksaan investigatif termasuk kasus yang dialami pemohon.

Pemohon yang ditetapkan sebagai tersangka terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pengelolaan keuangan negara pada Dinas PU Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran 2008, 2009, dan 2010 ini mengataan penetapan nilai kerugian negara yang paling berhak adalah BPK, bukan perwakilan BPK. AN-MB