Denpasar (Metrobali.com)-

Berdasarkan data resmi UPT Jaminan Kesehatan Masyarakat Bali (JKMB), dari total penduduk Bali sebanyak 4.137.814 jiwa, 66,5 persen atau 2.751.201 jiwa belum punya asuransi kesehatan dan selama ini memanfaatkan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Gambaran itu menunjukkan bahwa kehadiran program yang diluncurkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika sejak tahun 2010 lalu tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh krama Bali.

Sejalan dengan besarnya harapan masyarakat akan keberlangsungan program ini, Gubernur Bali Made Mangku Pastika kembali menegaskan komitmennya untuk memberi atensi penuh upaya optimalisasi program JKBM. Selain mengawal agar pelaksanaannya berjalan baik, sinkronisasi dengan program jaminan kesehatan pemerintah pusat juga tetap dilakukan. Gubernur menekankan, masyarakat jangan sampai terabaikan manakala ada perubahan sistem jaminan kesehatan nasional yang tengah berjalan. Penegasan tersebut disampaikannya melalui Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Ketut Teneng, Kamis (21/11).

Karo Humas lantas mengurai kondisi umum jaminan kesehatan masyarakat Bali saat ini. Dari total jumlah penduduk Bali sebanyak 4.137.814 jiwa, 11,6 persen atau 481.754 jiwa ikut dalam kepesertaan Askes, Asabri dan Jamsostek. Selain itu, tercatat sebanyak 904.859 jiwa terdaftar sebagai penerima Jamkesmas (program pemerintah pusat). “Sisanya sebanyak 2.751.201 jiwa atau 66,5 persen mengandalkan JKBM untuk jaminan kesehatannya,” tambahnya.

Dalam pelaksanaannya, tambah Ketut Teneng, JKBM senantiasa diselaraskan dengan program jaminan kesehatan yang berlaku secara nasional. Selain untuk menghindari tumpang tindih, Gubernur Pastika tak mengharapkan ada gangguan pelayanan manakala ada perubahan sistem. Penekanan Gubernur tersebut disampaikan menyikapi rencana pemerintah pusat menghapus Jaminan Persalinan (Jampersal) per 1 Januari 2014. Pemerintah pusat akan mengalihkan tanggungan masyarakat yang dianggap miskin (penerima Jamkesmas) ke dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). “Jadi nantinya yang terdaftar dalam BPJS saja yang akan memperoleh jaminan persalinan, hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak di masyarakat,” ujarnya.

Penghapusan Jampersal untuk masyarakat umum ini mendapat perhatian khusus dari Gubernur Pastika. Dia paling ngeri dan prihatin jika seorang ibu yang hendak melahirkan tak tertolong hanya karena kendala biaya. Untuk itu, dia mengingatkan agar hal ini mendapat prioritas. “Saya paling takut kalau ada ibu-ibu yang mau melahirkan tidak memperoleh pelayanan, kita salah kalau sampai seperti itu, dosa kita,” ujarnya.

Menyikapi hal tersebut, Pemprov Bali sudah mengambil langkah antisipasi dengan memasukkan kembali jaminan persalinan dalam layanan JKBM di tahun 2014. Hal ini berimplikasi pada penambahan alokasi anggaran JKBM di tahun 2014 yang diperkirakan mencapai Rp. 334.718.280.000,-. Alokasi anggaran ini meningkat dari tahun 2013 sebesar Rp. 280.622.502.000,-.

Gubernur Mangku Pastika tak mempermasalahkan besarnya dana yang dimanfaatkan untuk program JKBM. Menurutnya, bidang kesehatan merupakan prioritas utama. “Ini memang prioritas utama kita dalam membangun Bali. Jadi kalau dana itu habis dan bahkan defisit, itu wajar-wajar saja. Kita kan tidak bisa memprediksi berapa banyak orang yang sakit,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Gubernur kembali menegaskan bahwa program JKBM adalah milik krama Bali yang diperuntukkan bagi masyarakat ber-KTP Bali yang belum tercover asuransi kesehatan. Karena itu, tak ada istilah Gubernur mau meng-out-kan satu kabupaten dari program JKBM sebagaimana dimuat sebuah media baru-baru ini. Kecuali jika ada kabupaten yang memang sudah siap melakukannya sendiri karena telah siap dalam pendanaan dan SDM. “Kami tentunya sangat senang bila ada kabupaten yang sudah mampu sehingga dana Provinsi bisa diarahkan ke kabupaten yang masih kurang mampu,” ujar Teneng mengutip pernyataan Gubernur Pastika. Dana tersebut nantinya bisa dimanfaatkan untuk penambahan kamar kelas III dan fasilitas lainnya di RSUD yang tersebar di Kabupaten/Kota. DA-MB