Denpasar (Metrobali.com)-

Bali sebagai tuan ramah pantas menjamu tamu secara terhormat tetapi wajar, terukur, tidak berkelebihan, tidak menggambarkan rasa rendah diri minder (minderheid complex bahasa: Belanda), berhadapan dengan tamu, yakni ciri dari budaya feodalisme yang ditinggalkan penjajah.

Dalam perhelatan G20 ini keuntungan untuk ekonomi Bali barangkali nyaris tidak ada. Ada sebatas rezeki nomplok kalangan industri perhotelan terbatas dan para pejabat yang dapat uang saku cukup, memang patut diapresiasi).

Citra buat Bali? Bali telah lama punya “equity brand” yang kuat di dunia internasional. Mau bukti?.Tragedi kemanusian dalam Bom Bali Satu, Kuta, 12 Oktober 2002, telah menyurutkan kedatangan turis Australia dalam beberapa bulan kemudian, tetapi 10 bulan setelah itu, Agustus 2003, jumlah turis Australia sudah kembali seperti sebelumnya, bahkan naik sekitar 20 – 30 persen di bulan Desember 2003.

Gubernur Bali di era Dewa Made Beratha saat itu sangat menyadari trend tersebut, dan pada saat itu, pemprov Bali telah mengambil kebijakan terukur.

Let’s assume citra Bali lagi naik pasca G 20, tetapi ekonomi dunia amat sangat terpuruk 1 – 2 tahun ke depan, dengan risiko geo politik global terberat pasca Perang Dunia II, bayang-bayang risiko Perang Dunia III, jika perang Ukraina – Rusia terus memanas, dan risiko potensi perang nuklir akibat ketegangan di Eropa Timur, Selat Taiwan dan juga Semenanjung Korea.

Sehingga mengharapan turis akan berbondong-bondong datang ke Bali, pasca G 20 rasanya sebuah ilusi. Ini memang patut direnungkan Gubernur Bali saat ini. Mestinya, Gubernur hemat anggaran, bukan membuat hutang baru dari mega proyek.

Apa kemanfaatan ekonomi Indonesia dari G 20?.
Menurut pendapat sebagian ekonom, Indonesia tidak akan mendapatkan kemanfaatan ekonomi apa-apa dari G 20 (di luar citra “berhasil” sebagai Presidensi) dengan alasan:
a. Pengambilan keputusan di G 20 berdasarkan konsensus, tanpa konsesus kesepakatan tidak bisa diambil. Sulit membayangkan kesepakatan akan bisa diambil, jika pertentangan kepentingan begitu tajam antara AS dengan negara pendukung di satu pihak dengan Rusia dkk. di pihak lainnya.
b. Jikapun kesepakatan tercapai, di tengah krisis multi dimensi melanda dunia,hampir pasti setiap negara akan mendahulukan kepentingan nasionalnya – national interest -.

Menyimak hubungan – biaya manfaat (cost and benefit ratio) dari G 20 di atas, semestinya Pemda Bali mengambil kebijakan yang lebih terukur dan tidak grasa-grusu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas.
Lebih berempatilah pada kepentingan rakyat yang lagi susah akibat pandemi dan banjir bandang yang menerjang Bali.

Penulis : Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebudayaan, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004.