pemantau pemilu harus jaga independensi

Jakarta (Metrobali.com)-

Sekitar 52 juta jiwa atau kurang lebih 25 persen dari total pemilih dalam Pemilu 2014 merupakan pemilih pemula.

Pemilih pemula merupakan warga negara yang untuk kali pertama memiliki hak politik untuk memilih anggota legislatif maupun presiden.

Hak memilih warga negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pertama kalinya dimiliki bagi mereka yang telah berumur 17 tahun ke atas atau telah menikah. Dengan demikian, umur pemilih pemula dimulai dari 17 tahun hingga 21 tahun pada tanggal 9 April 2014.

Untuk mengetahui kepedulian para pemilih pemula tersebut, lembaga nirlaba Transparency International Indonesia (TII) beberapa waktu lalu mencoba untuk memotret posisi para pemilih pemula pemilu di wilayah Jakarta dengan menggelar survei.

Survei dilakukan terhadap 1.000 responden pemula yang tersebar di lima kota, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. Dari 1.000 kuesioner yang disebarkan, sebanyak 933 layak untuk diolah. Survei dilaksanakan pada tanggal 9–22 Februari 2014.

Survei menunjukkan 63 persen responden menyatakan akan ikut memilih pada pemilu anggota legislatif 2014, sementara yang tidak akan menggunakan suaranya hanya 8 persen, sedangkan 29 persen lainnya masih belum memutuskan.

Dalam pemilihan presiden, persentase pemilih pemula yang menyatakan akan memilih lebih tinggi, yaitu 77 persen, sementara hanya 3 persen yang menyatakan tidak memilih dan 25 persen belum memutuskan.

Survei juga mendapati hanya 8 persen yang telah memiliki pilihan pasti yang akan dipilih pada pemulu anggota legislatif (DPR), 6 persen untuk DPRD, 8 persen untuk DPD, dan 20 persen yang sudah memastikan memilih tokoh tertentu dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sisanya menyatakan belum punya pilihan, masih bisa berubah dan belum tahu.

Sumber Informasi Penting Sementara itu, pengaruh dari pemberitaan di media massa dan internet terhadap pemilih pemula dalam menentukan pilihan cukup tinggi, yakni 58 persen. Begitu pula, pengaruh orang tua sebesar 53 persen; media sosial 41 persen; dan hasil survei 63 persen.

Saran dari teman berpengaruh kepada 19 persen responden; imbalan materi peserta pemilu 20 persen; tokoh dan guru agama 22 persen; anjuran pejabat setempat 18 persen; imbauan guru atau dosen 17 persen; ancaman dari simpatisan 13 persen; dan obrolan tetangga 11 persen.

TII dalam kesempatan itu juga melakukan survei terhadap sumber-sumber informasi yang dinilai penting berkaitan dengan pemilu.

Dalam survei itu didapati media televisi sebagai sumber informasi yang paling dianggap penting untuk memperoleh informasi terkait dengan pemilu. Setidaknya 83 persen responden menyatakan hal itu, diikuti surat kabar dengan 74 persen responden.

Para pemilih pemula juga menilai debat kandidat merupakan sumber informasi penting untuk mengetahui calon. Hal ini setidaknya tergambar dari 65 persen responden yang menilai debat sebagai hal yang penting.

Media sosial, seperti Twitter, Path, Facebook, Instagram, Soundcloude, My Sapce, dinilai 54 persen responden menjadi sumber informasi yang dianggap penting.

Meskipun radio tidak menjadi media yang paling favorit, sebanyak 53 persen responden masih menganggapnya sebagai sumber informasi penting terkait dengan pemilu.

Sementara itu, iklan menduduki urutan kedua terbawah sebagai sumber informasi penting. Hanya 44 persen responden yang menyatakan hal itu.

Poster dan selebaran menduduki peringkat paling buncit sebagai sumber informasi penting. Responden pemilih pemula yang manggangap sebagai sumber informasi penting hanya 25 persen.

Menggelorakan Pemilih Pemula Melihat hasil survei tersebut, politikus sekaligus aktivis hak asasi manusia Taufik Basri memandang perlu menggelorakan para pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2014.

KPU sebagai penyelenggara pemilu perlu melakukan pendekatan khusus pemilih pemula guna mendorong mereka untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu 2014.

Hal ini karena angka 63 persen pemilih pemula yang akan memilih dinilai masih jauh dari rata-rata pemilih. Sejumlah survei sebelumnya memperkirakan partisipasi masyarakat mencapai lebih dari 70 persen, bahkan terdapat 90 persen, atau setidaknya mirip dengan partisipasi Pemilu 2009 sebesar 72 persen.

“Hasil ini tentunya perlu dipikirkan lebih lanjut strategi KPU agar mendorong kaum mudanya untuk berpartisipasi,” katanya.

Ia mengatakan bahwa pemilih pemula merupakan masa depan bagi demokrasi dan pemilu di Indonesia. “Bila apatisme berjangkit di kawula muda sulit rasanya untuk memastikan perubahan pada masa depan,” katanya.

Inisiator gerakan untuk mendorong partisipasi pemilu Ayo Vote Pangeran Siahaan mengatakan bahwa selama ini banyak dunia kalangan muda yang belum tergarap.

“Kalangan muda saat ini akrab dengan gadget dan dunia sosmed misalnya, dan KPU belum mengoptimalkan kesempatan yang terbuka ini,” katanya beberapa waktu lalu.

Selain itu, juga program-program yang menyasar kesadaran untuk memilih kepada anak muda. “Mengapa saya harus mencoblos? Kesadaran seperti ini sangat penting agar kita mengetahui bahwa dengan pemilu kita bisa melakukan perubahan,” katanya.

Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi menilai apatisme pemilih muda terhadap pemilu juga diakibatkan oleh rendahnya kepercayaan terhadap hasil pemilu mampu membuat perubahan.

“Partisipasi bukan hanya urusan sosialisasi, melainkan juga kondisi yang tercipta setelah pemilu. Untuk itu, tentu saja mendorong mereka untuk mengikuti pemilu bukan hanya tugas KPU, melainkan juga lembaga-lembaga politik lainnya untuk memenuhi ekspektasi itu,” katanya.

Untuk itu, dia pun mengharapkan partai politik sebagai ujung tombak untuk mendorong para pemilih pemula sadar pentingnya pemilu untuk perubahan.

“Karena partai politik ini memiliki fungsi di antranya kaderisasi dan pendidikan politik. Inilah yang mungkin akan menggelorakan semangat anak muda yang menginginkan perubahan mengikuti pemilu. Kalau mereka menang, kemudian mampu mengubah keadaan tentu gelora itu pun akan datang,” katanya.