Foto: Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) dituding arogan  dalam pertemuan di Desa Bugbug, Karangasem, Kamis, (30/1/2020).

Karangasem (Metrobali.com)-

Polemik terhadap pelaporan kerama Desa Adat Bugbug, Karangasem terhadap oknum Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug (BP2DAB) ke Polda Bali oleh I Gede Ngurah dan telah dilimpahkan ke Polres Karangasem berbuntung panjang dengan kehadiran Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) ke Desa Bugbug, Karangasem, Kamis, (30/1/2020).

Kehadiran Senator AWK atas surat keluhan yang disampaikan oknum Ketua BP2DAB yang juga atas pengarahan dari Klian Desa Adat Bugbug, Karangasem untuk meminta AWK untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Di samping dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang milik BP2DAB, oknum Ketua BP2DAB yang juga merangkap jabatan jadi Ketua Paruman Nayaka Desa Adat Bugbug, Karangsem juga dilaporkan oleh I Nengah Yasa Adi Susanto, kerama Br. Adat Dharmalaksana, Desa Adat Bugbug, Karangasem ke Paruman Kertadesa.

Laporan ini atas dugaan pelanggaran Awig-Awig Desa Adat Bugbug, Karangasem serta dugaan pelanggaran Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, Karangasem.

Sementara itu pada hari Kamis, (30/1/2020) diadakan pertemuan yang digagas oleh AWK melalui Perbekel Desa Bugbug, Karangasem dengan surat undangan oleh AWK kepada Perbekel Desa Bugbug, Karangasem Nomor: 01102019/037-B65/DPD-MPR RI/Bali/I/2020 perihal Rapat Dengar Pendapat Anggota Komisi I Bidang Hukum DPD RI B.65 Terkait Aspirasi Masyarakat Tentang laporan Terhadap Pimpinan Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug ke Polda Bali Dengan Dugaan Tindak Pidana Penipuan.

Merujuk pada surat surat tersebut Perbekel Desa Bugbug, Karangasem Drs. I Gede Suteja langsung bersurat kepada seluruh pihak yang diminta untuk dihadirkan oleh AWK termasuk Bupati Karangasem, Forkompinda Karangasem, Camat Karangasem, anggota DPRD Bali I Nyoman Purwa Arsana serta perwakilan dari Polres Karangasem.

Tokoh masyarakat Desa Bugbug I Nengah Yasa Adi Susanto yang juga diundang selaku Pelapor menyatakan keprihatinannya karena kasus yang sedang berproses baik di Kertadesa Bugbug maupun di Polda Bali dan telah dilimpahkan ke Polres Karangasem justru mau diselesaikan oleh seorang Senator.

“Ini cara-cara yang kurang etis ketika oknum melakukan suatu dugaan pelanggaran baik Awig/Pararem maupun dugaan pelanggaran pidana justru mau meminta Senator untuk menyelesaikannya,” kata Adi Susanto ditemui usai pertemuan tersebut.

Tugas DPD RI itu sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa fungsi, wewenang, tugas dan hak serta kewajiban anggota DPD RI adalah tertuang di pasal 248 sampai Pasal 258 dan tidak ada satu pasalpun yang membolehkan bahwa anggota DPD boleh menyimpulkan dan membuat rekomendasi seseorang bersalah.

Pada saat pertemuan tersebut AWK dari nada bicaranya sangat arogan dan tidak mau leluasa memberikan orang untuk menjawab statemenya dan bahkan parahnya microphone yang seharusnya dipakai oleh Pembicara lainnya diambil paksa oleh ajudannya.

“Benar-benar sangat arogan dan kesimpulan yang dia (AWK, red) berikan di akhir sesi sangat provokatif dan mengadu domba. Karena dia justru seolah-olah menyuruh pihak Terlapor melaporkan balik Pelapor dan bahkan AWK menyuruh Klian Desa Adat Bugbug, I Wayan Mas Suyasa untuk memberikan sanksi kesepekang kepada kerama yang melanggar Awig-awig,” kata Adi Susanto.

Nengah Yasa Adi Susanto

Tindakan AWK yang arogan dan mau menang sendiri dinilai sangat melenceng dan melanggar etika seorang anggota DPD RI. “Alih-alih menyelesaikan masalah justru dia memperkeruh masalah, AWK ini tidak punya kompetensi untuk menjadi seorang Mediator karena dari nada bicaranya dia sudah menyimpulkan dan menghakimi siapa yang benar dan siapa yang salah padahal dia bukan Hakim dan juga bukan Kerta Desa,“tambah Adi yang juga Advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini.

Adi Susanto yang juga Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bali ini menambahkan bahwa seharusnya kasus kecil seperti ini cukup diselesaikan di internal Desa Adat Bugbug, Karangasem dan sangat disayangkan justru Klian Desa Adat Bugbug, Karangasem mengarahkan warganya untuk meminta AWK menyelesaikan kasus tersebut.

Ada jenjang atau hirarki dari penyelesaian kasus adat yakni bila tidak bisa diselesaikan oleh Kerta Desa maka seusai dengan bunyi  Perda 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat, Pasal 37  ayat (4)  yang menyatakan “Dalam hal perkara adat tidak dapat diselesaikan oleh Kerta Desa Adat, para pihak dapat meminta penyelesaian kepada Majelis Desa Adat sesuai dengan tingkatannya”.

“Hal ini jelas sudah ada aturannya tapi anehnya Klian Desa Adat Bugbug, Karangasem justru meminta seorang Senator yang tidak punya kompetensi selaku Mediator untuk menyelesaikannya,” pungkas Adi Susanto. (dan)