Naypyitaw, Myanmar (Metrobali.com) –

Ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Myanmar atau Burma, yaitu pakaian tradisional longyi (sejenis sarung) dan thanaka (bedak).

Longyi digunakan laki-laki dan perempuan, tapi thanaka hanya untuk kalangan wanita dan anak-anak, meski ada segelintir pria dewasa yang menggunakannya.

Saat berbaur dengan masyarakat Naypyitaw dan Yangon selama penyelenggaraan SEA Games 2013 yang akan ditutup secara resmi Minggu, sepintas tidak banyak yang berbeda dengan kehidupan di Indonesia.

Bahkan ketika menyaksikan kaum laki-laki yang lalu lalang di jalanan dengan bersarung, sepintas mengingatkan pada suasana di sebuah kompleks pesantren di Pulau Jawa atau Sumatera.

Demikian juga ketika bersua dengan kaum wanita yang memoles muka mereka dengan bedak thanaka, sama seperti yang bisa ditemui di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Berbeda dengan di Indonesia karena sarung lebih banyak dipakai untuk ibadah, di Myanmar longyi merupakan pakaian sehari-hari dan bahkan merupakan pakaian resmi.

Untuk acara khusus, warga Myanmar akan menggunakan longyi dengan bahan yang terbuat dari sutra. Kaum pria akan memadukan longyi dengan baju tradisional tanpa kerah atau baju model barat, sementara atas kaum hawa adalah blus sampai pinggang.

Longyi lebih disukai karena tidak hanya praktis, tapi juga membuat pemakai tidak akan merasa kepanasan bila dibanding menggunakan celana.

Longyi yang dipakai kaum pria disebut “paso”, sementara yang dipakai kaum hawa disebut “htamain”, meski pada dasarnya tidak banyak perbedaan dalam cara menggunakannya, sebagaimana halnya memasang sarung di Indonesia.

“Tapi longyi untuk wanita sekarang dijahit dengan pola yang lebih menyerupai rok,” kata Khin Phone Sett, seorang petugas di Pusat Layanan Media di komplek olahraga Wunna Theikdi, Naypyitaw.

Menurut Khin Phone yang juga bekerja sebagai pegawai di Kementrian Penerangan Myanmar itu, masyarakat Myanmar menyukai longyi karena lebih praktis dan memiliki sirkulasi udara yang membuat pengguna tidak kepanasan, terutama pada saat musim panas.

“Bahkan turis yang sebelumnya datang memakai celana panjang, banyak yang ikut-ikutan memakai longyi,” katanya.

Longyi bisa ditemui di hampir setiap sudut negeri dengan hari rata-rata 5000 kyat atau setara Rp50 ribu. Para pedagang dengan senang hati akan memperagakan kepada wisatawan yang meminta tolong bagaimana cara mengenakannya.

Para wisatawan asing biasanya lebih suka menggunakan longyi dengan “cara kampung”, yaitu dilipat sampai lutut, sementara “cara kota” adalah dibiarkan sampai menyentuh kaki.

Thanaka Sementara Thanaka adalah bedak khas Myanmar, yang umum digunakan wanita dan anak-anak dan menurut sejarah, telah digunakan sejak 2000 tahun lalu. Gunanya adalah untuk menjaga wajah agar tetap dingin, cantik dan melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.

Sekarang, thanaka juga sudah diolah secara modern yang dilengkapi anti septik dan anti-jerawat, atau untuk mengobati gigitan serangga.

Thanaka terbuat dari kulit pohon thanaka yang digiling dan kemudian dijadikan bubuk berwarna kuning keputihan dengan aroma menyenangkan. Bedak ini bisa dipoles keseluruh bagian wajah dan telinga, tengah, atau hanya disekitar mata dan pipi.

Thazin Aung, seorang remaja putri yang ditemui di pusat perbelanjaan Capital di Naypyitaw, dengan antusias mencoba menjelaskan ketika ditanya soal bedak berwarna kuning kecoklatan yang menempel di pipinya.

“Saya memakai thanaka ini setiap hari dan ini adalah bagian dari identitas nasional. Bahkan pada acara resmi, kami selalu menggunakannya,” kata Thazin Aung sambil tersenyum.

Menurut warga asal Mandalay itu, thanaka akan membuat wajah mereka terasa lebih sejuk dan mengatasi muka berminyak Para wanita Myanmar menggunakan thanaka dalam berbagai tingkatan, misalnya polesan ringan bagi yang hanya pergi jalan-jalan atau berbelanja, atau polesan yang lebih tebal bagi mereka yang akan bekerja di ladang atau di sawah karena lebih lama terkena sinar terik matahari.

Thanaka merupakan sebuah metode kecantikan wanita Myanmar yang sudah berusia berabad-abad dan juga dianggap sebagai rahasia kecantikan tradisional.

“Cairan thanaka memiliki kandungan yang bisa membuat kulit lebih sejuk dan lembut, membuat pengguna merasa lebih cantik dan segar. Thanaka juga bisa menjadi obat penghilang jerawat,” kata May May Aung, peneliti Myanmar seperti yang dikutip media lokal.

Dewasa ini, melalui metode pengolahan modern, thanaka dikemas dalam bentuk krim atau bubuk, sehingga lebih mudah digunakan. Setidaknya terdapat 200 merek yang berasal dari bahan baku pohon thanaka dengan berbagai kemasan.

Meski saat ini produk kosmetik sudah diproduksi secara massal dan modern, para pedagang di beberapa toko di pusat perbelanjaan Capital mengakui bahwa wanita Myanmar tetap setia dengan thanaka organik yang diolah secara tradisional dan sudah digunakan dari generasi ke generasi.

“Thanaka organik memang lebih mahal, tapi terasa lebih sejuk dan melindungi kulit dari sinar matahari yang menyengat. Sementara produk versi baru yang lebih murah sudah banyak dicampur dengan bahan lain,” kata seorang seorang pedagang di pasar tradisional Naypyitaw.

Sejak 2006, thanaka mulai memasuki pasar ekspor dengan target pasar warga Mynmar yang berada di luar negeri.

Kebijakan ekspor tersebut sejalan dengan pepatah orang Asia yang berbunyi: “Wanita paling cantik di dunia memiliki senyuman orang Thailand, mata orang India dan kulit wanita Burma.”