Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi menahan tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lain, Anas Urbaningrum, di rumah tahanan KPK.

“Terima kasih hari ini saya menjalani pemeriksaan dan hari ini juga pukul 18.00 WIB tadi, ini adalah hari yang bersejarah buat saya dan Insya Allah hari ini adalah bagian yang penting untuk saya menemukan keadilan dan kebenaran,” kata Anas seusai diperiksa sebagai tersangka sekitar lima jam di gedung KPK Jakarta, Jumat (10/1).

“Yang bersangkutan ditahan di rutan Jakarta Timur kelas 1 cabang KPK untuk 20 hari pertama,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Anas mengenakan jaket tahanan saat keluar dari gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka tanpa didampingi kuasa hukum selama sekitar jam.

Pemeriksaannya tersebut adalah pemeriksaan pertama Anas sebagai tersangka setelah pada pemanggilan 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014 Anas tidak memenuhi panggilan, KPK bahkan sudah menyatakan akan memanggil paksa Anas dengan didukung oleh pihak brigade mobil (brimob) bila Anas kembali mangkir.

Namun karena ia tidak didampingi oleh kuasa hukum, maka salah satu kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan praperadilan.

“Kalau ditahan, kita akan lakukan praperadilan,” kata salah satu tim kuasa hukum Anas, Carrel Ticualu melalui pesan singkat.

Tim kuasa hukumnya tidak datang karena masih tidak puas dengan penjelasan KPK mengenai sangkaan dalam surat perintah penyidikan yang menyebutkan bahwa Anas menerima hadiah dari proyek pembangunan Hambalang dan proyek-proyek lain.

“Kami tidak setuju dengan ‘wording’ KPK dalam surat panggilan yang menyatakan Pak Anas sebagai tersangka proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain, saat tim menanyakan ke penyidik pada Selasa (7/1) lalu ternyata penyidik tidak bisa menjelaskan proyek-proyek lain itu,” kata salah satu tim pengacara Anas, Pia Akbar Nasution yang dihubungi melalui telepon.

Anas, menurut Pia juga ingin menanyakan langsung mengenai proyek-proyek lain teresbut.

Loyalis Anas yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal organisasi masyarakat Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Gede Pasek Suardika yang menemani Anas mengatakan bahwa Anas datang sendiri ke KPK karena ingin bekerja sama dengan KPK.

“Keinginan beliau begitu, kami tidak bisa paksa, karena beliau mengatakan sudahlah saya mau datang sendiri biar tidak ada tafsir macam-macam, karena tadi pagi beliau sudah menyampaikan beliau akan bekerja sama dengan KPK untuk mencari kebenaran dan keadilan, bukan memaksakan sebuah kasus,” kata Gede Pasek di KPK.

Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Sekitar Juli 2013, Ketua KPK Abraham Samad pernah mengungkapkan proyek lain selain Hambalang yang terkait dengan Anas yaitu proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan proyek pendidikan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.

Abraham mengungkapkan bahwa KPK tengah mendalami keterkaitan Anas dengan dua proyek tersebut. Selain itu, KPK juga mendalami dugaan aliran dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.

KPK misalnya telah memeriksa Direktur Utama PT Bio Farma Iskandar dan Direktur Keuangan PT Bio Farma Mohammad Sofie A Hasan. KPK juga pernah memeriksa Kepala Divisi Operasi III PT Pembangunan Perumahan Lukman Hidayat meski PT PP bukan termasuk BUMN yang melakukan kerja sama operasi (KSO) proyek Hambalang.

KPK juga telah menggeledah empat rumah Anas pada Selasa (12/11). Dari penggeledahan itu KPK menyita uang Rp1 miliar, paspor atas nama Attiyah, kartu nama atas nama presiden PT AA Pialang Asuransi Wasit Suadi, kartu nama Direktur Adhi Karya Bambang Tri, kartu nama PT Pembangunan Perumahan Ketut Darmawan, buku tahlilan dengan gambar Anas Urbaningrum serta empat unit telepon selular “Blackberry” dan satu telepon selular merek lain.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain memabyar hotel dan membeli “blackberry” beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain. AN-MB