Koster Beri Pengarahan Penggunaan Dana Desa dan ADD dalam APBDes
Harus Memiliki Skema Penganggaran dan Tata Kelola, Sebagian Dialokasikan Untuk Adat, Seni dan Budaya
NEGARA (Metrobali.com) –
Penggunanan dana desa dan alokasi dana desa (ADD) sangat rentan menimbulkan masalah. Kadang kala penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini tidak tepat sasaran, bahkan kadang kala menimbulkan masalah hukum karena ulah oknum kepala desa/perbekel nakal. Untuk Kabupaten Jembrana, tahun anggaran 2017 mendatang anggaran yang mengucur untuk Desa dari APBN sebesar Rp 36 miliar. Agar penggunaan terarah, Pemkab Jembrana mengundang secara khusus Anggota Badan Anggaran DPR RI DR. Ir Wayan Koster, MM untuk memberikan pengarahan penggunaan dana desa dan ADD dalam APBDes kepada kepala desa se-Kabupaten Jembrana.
Pengarahan yang bertempat di Gedung Kesenian Ir. Soekarno, Kota Negara dihadiri Bupati Jembrana Putu Artha, Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Sekda Jembrana I Gede Gunadya, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Jembrana Nengah Ledeng, kepala desa, BPD, dan LPM se-Kabupaten Jembrana. Dalam arahannya, Koster yang terlibat langsung dalam penyusunan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, secara lugas membedah peraturan yang menjadi landasan hukum aliran dana APBN masuk ke desa. Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini menyatakan terjadi perdebatan yang panjang sebelum pemerintah menyetujui adanya dana APBN masuk ke desa. Dirinya sebagai anggota Pansus harus berhadapan dengan Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas yang awalnya tidak setuju dengan rencana ini.
“Dalam pikiran saya bersama teman-teman di DPR RI yang mengerti dengan permasalahan di desa, harus ada anggaran dari APBN yang masuk ke desa. Tapi tantangannya cukup berat, Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas tidak setuju. Kami harus meyakinkan Menteri Keuangan bahwa dengan anggaran masuk desa tidak akan berat membebani ruang fiskal negara, “ungkap Koster. Selama ini menurut Koster dana ke desa melalui program-progran kementerian sudah ada, namun tidak tertata atau banyak tercecer dan kurang efektif . Bahkan kadang kala tumpang tindih antara satu program dengan program lainnya. Tidak semua desa yang berjumlah 73 ribu di Indonesia yang mendapatkan program tersebut. Sempat deadlock dan dimediasi oleh Ketua DPR RI, sampai akhirnya pemerintah memberikan persetujuan. Bersama Mendagri kemudian dirinya menyusun pasal 72 mengenai APBD masuk, beserta rumus besarannya. Dalam pasal ini lanjut Koster, semua dikaji secara matang. Penggunaan, kriteria penggunaan, dana desa tidak menjadi subyek pembahasan di DPRD tapi hanya mampir atau lewat kas daerah. Rumusan ADD melalui DAU yang masuk melalui APBD juga dibuat dengan baik. “Sanksi juga telah kita siapkan, bagi kepala daerah yang tidak disiplin menggunakan anggaran ini, maka DAU pada tahun berikutnya akan dipotong sejumlah DAU yang tidak dijalankan,”katanya. Keluarnya peraturan ini sejalan dengan kebijakan peremerintahan Presiden Jokowi melalui Program Nawacita. Dimana salah satu kebijakannya adalah membangun dari desa.
Politisi asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini menegaskan, dana desa dan ADD yang masuk ke APBDes perlu ditata dengan skema penganggaran yang benar dan komprehensif sesuai dengan prioritas pembangunan di desa. Kalau itu tidak dilakukan dengan benar, maka tidak akan berdampak pada pembangunan, perekonomian desa serta kesejahteraan masyarakat. Skema penggalokasian anggaran desa menurut Koster harus jelas, tiap desa harus memetakan permasalahan di desanya masing-masing. Dana desa yang digelontorkan ke desa, diarahkan untuk pembangunan sarana dan prasarana desa, skala desa, pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa. Koster yang dikenal sangat konsen dengan seni dan budaya ini mengharapkan, ADD yang menjadi kewenganan pemerintah kabupaten/kota memporsikan anggaran tersebut untuk pembangunan adat, seni, budaya dan agama. “Perbekel atau kepala desa melalui APBDes memporsikan anggaran dari ADD untuk pembangunan adat, seni, budaya dan agama. Tidak hanya menumpuk untuk sarana dan prasarana desa. Dana ini tiap tahun pasti ada, jangan sampai bangunan yang masih bagus terpaksa diperbaiki hanya untuk mengarahkan dana ini,”kata Koster yang kini dikenal dengan KBS (Koster Bali Satu).
Dalam penyusunan APBDes, dia mengingatkan agar melibatkan komponen-komponen yang ada di desa, dengan membentuk Forum Musyawarah Desa. Yang tujuanya untuk menyerap aspirasi masyarakat, jadi struktur dalam APBDes memang berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, bukan kehendak pribadi kepala desa. Peruntukan dan tata kelola dalam APBDes juga harus benar dan baik, jangan sampai menimbulkan masalah hukum dikemudian hari. “Harus sama-sama komit menjalankan dengan penuh tanggungjawab dan mengikuti seluruh aturannya,”tegasnya. Untuk kabupaten Jembrana alokasi dana desa tahun 2016 sebesar Rp 36 miliar untuk 41 desa, jadi setiap desa menerima rata-rata Rp 90 juta. Sedangkan pada APBN 2017 yang telah disahkan, tiap desa di Jembrana akan masing-masing Rp 100 juta. RED-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.