Merdeka Sirait

Denpasar (Metrobali.com)-

Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menyebut Bali sebagai surga bagi para pedofil. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para pedofil yang datang ke Bali. Bahkan mereka mulai merapat ke wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).  

“Saya sudah menganalisis Bali itu surga bagi para pedofil jadi pada tahun 1980-1990an Bali itu tidak terbantahkan sasaran bagi pedofil tapi sekarang seolah-olah kasus itu menjadi normal, seperti kasus Tomi dulu, sekarang disebutnya Child sex in tourism,” jelas  Aris Merdeka Sirait usai menjadi pembicara di acara Seminar Sehari tentang Ranperda Perlindungan Anak di DPRD Bali, Rabu (28/5).

Bali pun disebutnya sebagai provinsi yang mengalami darurat kejahatan seksual. Meski dari 34 propinsi, Bali masih berada di posisi 17 dan yang pertama diduduki DKI Jakarta. Namun, menurut Aris Merdeka Sirait  jangan seolah-olah kejahatan seksual sebagai masalah yang normal seperti kasus di Buleleng. 

Karenanya, pihaknyapun mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah atas dukungan DPRD untuk segera melakukan langkah strategis pencegahan pelanggaran Hak anak melalui penguatan organisasi dan peran serta masyarakat dengan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC).

Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak di Indonesia mencatat ada sekitar 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak yang tersebar di 34 provinsi dan di 179 kabupaten kota.

Ditambahkan Aris Merdeka Sirait, sebenarnya Indonesia belum memiliki jumlah angka yang valid terkait kejahatan seksual. 42 hingga 58 persen dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual terhadap anak, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (chlid trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial serta kasus-kasus perebutan anak. 

“Sebaran kejahatan seksual ini sudah seperti Gunung es dimana puncaknya kasus Emon yang korbannya capai 119 anak. Ini masif terjadi di desa dan kota dan faktor penyebabnya tidak usah jauh-jauh, dimulai dari lingkungan terdekat anak seperti rumah, sekolah dan lingkungan sosial anak seperti panti asuhan maupun sekolah berasrama,” tegasnya.

Data menunjukkan pada tahun 2010 tercatat 2046 kasus (42 persen), tahun 2011 sekitar 2426 kasus (58 persen), tahun 2012 tercatat 2637 kasus (52 persen), tahun 2013 meningkat jadi 3.339 kasus (62 persen). Tahun 2014 (Jan-April) 600 kasus (876 korban) dengan 137 kasus pelakunya adalah anak-anak. Dari data ini, sekitar 82 persen korban berasal dari keluarga menengah kebawah dan 10 dari kejahatan seksual, 6 nya adalah INCEST.

Sementara, proses penegakan hukum terhadap kejahatan seksual terhadap anak belum menunjukkan keberpihakan terhadap anak sebagai korban. 

“Fakta menunjukkan bahwa masih banyak hakim memutuskan Bebas bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap yang dilakukan orang dewasa. UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mensyaratkan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Komnas Anak sangat merespon dan menginisiasi lahirnya Perda Perlindungan Anak di masing-masing Kabupaten kota dan propinsi yang implementatif, terukur, agresif, massif dan berkesinambungan. Mendorong DPRD Bali mengalokasikan anggaran Perlindungan Anak guna tersedianya sarana dan prasarana perlindungan anak.

“Mendorong DPR RI dan pemerintah untuk segera merevisi pasal 81,82 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk mengubah hukuman 3 tahun minimal dan 15 tahun maksimal bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak menjadi minimal 20 tahun, maksimal seumur hidup ditambah dengan pemberatan hukum Kebiri melalui suntik Kimia bagi pelaku kejahatan seksual dewasa,” pungkas dia. SIA-MB