Gianyar (Metrobali.com) –

 

Keluarga penyandang disabilitas yang tanahnya diserobot akhirnya mengirim surat kepada Presiden dan ditembuskan juga ke Kapolri, Jaksa Agung, Komisi Kejaksaan RI dan Kapolda Bali terkait Dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu dan menempatkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP dan 266 KUHP dengan Tanda Bukti Lapor : TBL/474/XI/2017/SPKT POLDA BALI tertanggal 24 November 2017 yang diduga dilakukan dengan terencana dan adanya permufakatan jahat dari sekelompok orang termasuk diantaranya oknum aparat kepala desa Banjar Tarukan Kaja, Pejeng Kaja, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar Bali.

“Pasalnya, Masih bebasnya berkeliaran tiga tersangka oknum aparat Desa Pejeng Kaja, Gianyar yang nyata-nyata turut serta dalam kasus pembuatan surat palsu untuk penerbitan sertifikat tanah milik korban Dewa Nyoman Oka (Penyandang disabilitas) di Desa Pejeng Kaja Gianyar,” kata I Dewa Made Rai, Paman korban, Selasa (12/11/2019).

Pihaknya memohon perlindungan hukum kepada Presiden sebab berkembang wacana bahwa Kepala Desa Pejeng Kaja waktu itu I Dewa Putu Artha Putra, Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra kasusnya akan dihentikan (SP3) oleh pihak penyidik kepolisian, walaupun dua pelaku utama lainnya yakni Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika sebelumnya sudah divonis 2 tahun enam bulan penjara. Sementara tiga lainnya prosesnya tak jelas meski sudah ditetapkan jadi tersangka,” tutur I Dewa Made Rai.

Menurutnya, Surat itu dikirimkan ke Presiden, Kapolri dan Jaksa Agung, Komisi Kejaksaan dan Kapolda Bali itu karena keluarga Korban meyakini ada oknum yang membentengi 3 tersangka tersebut sehingga kasusnya berlarut larut dan berkasnya sudah beberapa kali dikembalikan oleh JPU.

Pihaknya meminta aparat penegak hukum serius dan segera melimpahkan berkas perkara ketiga tersangka ke pengadilan (P21) agar ada kepastian hukum, meskipun dua pelaku yang telah divonis tersebut statusnya hanya sebagai tahanan kota. Sedangkan tiga lainnya masih bebas meski berstatus tersangka.

kasus ini bergulir ketika adanya persengkongkolan kelima pelaku terkait tanah yang telah ditempati keluarga Dewa Nyoman Oka sejak puluhan tahun, yang tiba-tiba disertifikatkan oleh Dewa Merta dan Dewa Swastika yang masih kerabat jauh Dewa Oka.

“Korban Dewa Oka yang cacat fisik ini tidak tahu kalau tanahnya seluas 25 are yang ditempatinya sudah disertifikatkan pihak lain, sebelum kasusnya masuk ke ranah hukum, berbagai upaya dan pendekatan sudah dilakukan pihak Dewa Oka terhadap para pelaku. Namun tidak membuahkan hasil,” terang I Dewa Putu Sudarsana yang juga Keluarga Korban.

Pengadilan Tinggi Denpasar dalam putusannya menyatakan Dewa Nyoman Oka adalah sah sebagai ahli waris Dewa Putu Degeng dan sah menguasai tanah yang dikuasainya saat ini. Pengadilan Tinggi Denpasar juga memutuskan Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertanggal 15 Mei 2013, sehingga segala produk hukumnya termasuk SHM Nomor 886/Desa Pejeng Kaja, sudah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Diceritakan, Dewa Nyoman Oka hidup sebatangkara dan mengalami cacat fisik. Di luar dugaannya tanah warisan yang dikuasai dan ditempatinya ternyata disertifikatkan oleh tetangganya Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika yang dibantu oleh Kepala Desa Pejeng Kaja waktu itu I Dewa Putu Artha Putra, Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra dengan membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertanggal 15 Mei 2013, dimana dalam surat tersebut menghapus keberadaan Dewa Nyoman Oka.

Sehingga terbitlah SHM Nomor 886/Desa Pejeng Kaja atas nama Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika. Atas perbuatan Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika tersebut akhirnya keluarga Dewa Nyoman Oka melaporkan surat palsu tersebut. Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika kemudian divonis 2 tahun 6 bulan. Sedangkan I Dewa Putu Artha Putra, I Wayan Artawan dan I Nyoman Sujendra saat ini berstatus tersangka (P19) di Polda Bali.

“Kami memohon perlindungan hukum kepada pemerintah untuk tidak membiarkan ketiga oknum aparat desa lolos begitu saja dari jeratan hukum dan berharap berkas kasusnya menjadi P21,” pungkas Sudarsana.

Pewarta :  Hidayat
Editor : Whraspati Radha