Denpasar (Metrobali.com)-

Seorang seniman muda Bali yang sangat kreatif Ary Wijaya menilai dalam mengaplikasikan konsep “jagadhita” yakni memperkokoh kesejahteraan masyarakat dalam berkarya dapat dilakukan dengan cara menuangkan ide atau gagasan yang abstrak.

“Dalam menuangkan gagasan itu jelas akan menemui kesulitan dan hambatan, sekaligus dituntut untuk dapat mengatasinya untuk menghasilkan sebuah karya yang unik dan bermutu,” kata Ary Wijaya, pengelola Palawara di Denpasar, Senin (15/6).

Seniman gamelan yang tertarik memainkan suling itu mengaku sangat tertarik membuat suling dalam berbagai bentuk dan ukuran, karena musik tersebut sangat kaya nada.

“Suling Bali misalnya mempunyai dua oktaf, ada 21 nada dalam suling yang bisa diolah. Teori itu yang menarik saya membuat perpaduan musik khas suling,” kata Ary Wijaya yang sebelumnya tampil dalam diskusi di Rumah Penggak Men Mersi Kesiman Denpasar.

Bersama dua seniman kreatif lainnya Agus Teja Sentosa, S.Sn, M.Sn (Gus Teja World Musik) dan I Wayan Sudiarsa (Pacet Dejavu), Ary Wijaya menambahkan, demikian pula musik barat yang begitu kaya dipadukan dengan suling Bali sehingga mampu menghasilkan karya yang sptekuler.

Sementara Gus Teja, mengungkapkan istilah pencipta, pengkaji, dimusik bisa menghidupi senimannya.

Kenapa tidak, sejauh ini bermusik bukan sekadar pentas saja, kita perlu melakukan kerja iklas (ngayah) itu wajib, akan tetapi disatu sisi kita berpikir profesional, berani tampil dan yakinkan diri untuk berkarya dengan hati, maka karya kita dihargai ” ucap Gus Teja yang telah sukses menjual karyanya sekitar 35 ribu keeping rekaman kaset pandang dengar (CD).

Menurut Gus Teja adalah promosi. Kuncinya ada promosi, professional dan meyakini karya kita mendapat tempat bagi publik, teranganya.

Gus Teja, menyukai suling sejak sekolah dasar (SD), baginya citra nyuling selalu tempatnya disudutkan, pemain suling kurang ganteng, tempatnya disudut. Saya berpikir kenapa suling citra seperti itu, dari sana saya ingin mendalami suling hingga bisa membuat suling. Dan Bali banyak sekali punya instrumen yang kita harus gali dan diperkenalkan lagi ke publik, jelas Gus Teja.

Sedangkan Pacet menyatakan di Bali seniman masih banyak pesimis dengan kehidupan berkesenian. Konsep kesejahtraan sejatinya dimulai dari kita sendiri dimana kepercayaan diri terus dimunculkan. Kreativitas itu menjadi taruhan, memiliki karakter, saya kira mengelola musik, dituntut kreativitas yang tinggi, jelas kooridntaor gong suling ini yang telah menelorkan mini album ini.

Suling, kata Pacet instrumen musik yang sangat fleksibel, membuat gending-gending dari suling tetap mempertahankan tradisinya seperti gong, kendang, cengceng.

“Hal yang berubah konsep musikalnya. Saya mempunyai impian, tidak senang saja menciptakan lagu akan tetapi karya saya bisa masuk dalam memorinya,” katanya. AN-MB