Ingatkan Tragedi Aceh, Pemerintah Gencar Sosialisasikan Resiko Bencana
Denpasar (Metrobali.com)-
Tingkat pemikiran masyarakat sangat rendah dalam memahami pengurangan resiko bencana. Hal ini disebabkan kurangnya masyarakat diberikan pemahaman tentang mitigasi bencana atau upaya serangkaian yang dilakukan untuk pengurangan resiko bencana.
Seperti yang kita tahu, Indonesia berlokasi di cincin api Pasifik (wilayah terdapat banyak aktivitas gempa tektonik), karena itu Indonesia harus terus menghadapi resiko letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir dan tsunami.
Deputi Pencegahan Kesiapsiagaan BNPB Pusat, Bernardus Wisnu Widjaja mengatakan, pihaknya terus mensosialisasikan kesiapsiagaa n masyarakat untuk menghadapi bencana dalam rangka pencanangan hari kesiapsiagaan bencana nasional (HKBN) dimana pada tanggal 26 April 2017 mendatang akan diperingati secara istimewa.
“Tugas pemerintah terus mengingatkan, awarness, melatih mendidik untuk merubah budaya masyarakat yang sembrono menjadi budaya yang aman, ini tidak mudah harus terus menerus dan butuh waktu paling tidak 5 tahun sampai 10 tahun ke depan,” tukasnya, saat sosialisasi HKBN di Denpasar, Jumat (7/4/2017).
Karena itu, tantangan pemerintah untuk terus mengkampanyekan pengurangan resiko bencana akan terus dilakukan, menurutnya peran media lah sebagai ujung tombak mengkomunikasikan kepada masyarakat, bagaimana caranya agar pesan dari pemerintah bisa sampai.
“Karena masyarakat kurang memahaminya, tantangannya untuk mengkomunikasikan resiko itu harus sampai ke masyarakat. Kalau dengan masyarakat kita harus buat yang sesimple atau sederhana mungkin. Bahasa di kalangan para ahli mungkin tinggi, katanya, nah kalau dengan masyarakat bisa nggak kita sampaikan dan dengan bahasa mereka bisa memahaminya,” tandasnya seraya menegaskan peran media sangat penting dalam mensosialisasikan HKBN tersebut.
Dan melalui peringatan 10 tahun disahkannya UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, diharapkan masyarakat akan semakin lebih baik lagi dan siap dalam menghadapi bencana, dengan dimulai dari diri sendiri kemudian ke keluarga, orang per orang karena resiko itu ada solusinya.
“Kita harus berubah, kita ingin mengukur pada tanggal 26 April itu, seberapa kuat komitmen bangsa ini dulu 2004 gempa bumi dan tsunami demikian bersemangatnya merubah komitmen. Sekarang ini kita seolah melupakan. Kalau kita sadar, tahu ancamannya apa maka kita yakin komitmen pengurangan resiko bencana akan tercapai. Bagaiman merubah bangsa yang tidak aman menjadi aman, menjadi bangsa yang tangguh,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali, Dewa Made Indera, menegaskan pihaknya akan terus berupaya mensosialiasikan kesiapsiagaan masyakat dalam menghadapi bencana kepada masyarakat Bali.
Dijelaskannya, pemahaman masyarakat Bali harus berubah bahwa bencana tidak lagi dilakukan pertolongan secara responsif.
“Dengan kemajuan teknologi, bencana bisa ditangani kalau diketahui maka masyarakat bisa melakukan paradigma pengurangan resiko bencana,” ujarnya.
Dulu katanya, masyarakat pasrah akan adanya bencana namun kini dia menghimbau agar paradigma itu bisa berubah.
“Paradigma itu harus diakhiri dengan paradigma pencegahan, mitigasi dan pengurangan resiko bencana. Jargon yang terpenting saat ini adalah bencana datang pada masyarakat yang tidak siap, kalau kita balik kalau masyarakat siap maka bencana datang bencana yang alami seperti gunung berapi tsunami, tanah longsor, gempa bumi tapi bisa jadi bencana kalau itu mengenai manusia,” jelasnya.SIA-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.