Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Dewan Pembina Gerakan Indonesia Adil, Sejahtera, Aman (ASA) Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso berpendapat, makin meruyaknya tindak pidana korupsi di tanah air dewasa ini disebabkan ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor.

“Penegak hukum hanya melihat aturan-aturan hukum yang tertulis tanpa mengindahkan rasa keadilan. Akibatnya, tidak ada efek jera bagi koruptor, sehingga bisa difahami munculnya anggapan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah,” katanya kepada pers di Jakarta, Jumat (4/10).

Mantan Panglima TNI itu juga mengemukakan, hukuman terhadap maling ayam terkadang sama beratnya dengan hukuman terhadap koruptor, padahal setelah selesai menjalani hukuman, sang koruptor masih punya “harta karun” untuk melanjutkan kehidupannya, sementara sang maling ayam bertambah miskin.

“Oleh karena itu, kini sudah saatnya pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya melalui hukuman kerja paksa sampai dengan penerapan hukuman mati dan penyitaan terhadap harta kekayaan hasil korupsinya,” tegas Djoko Santoso.

Sehubungan dengan itu pula, lanjutnya, Gerakan Indonesia ASA mengusulkan perlunya revisi terhadap undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta perlunya memasukkan klausul hukuman kerja paksa sampai hukuman mati bagi koruptor dalam Rancangan KUHP yang kini sedang dibahas DPR.

Selain itu, ke depan perlu dibentuk perwakilan (cabang) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di masing-masing ibukota propinsi, sehingga penanganan masalah korupsi tidak menumpuk dan terpusat di KPK di ibukota negara.

Menurut Panglima TNI 2007-2010 itu, tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK dalam kasus dugaan gratifikasi untuk mengurus sengketa Pilkada Gunung Mas Kalimantan Tengah baru-baru ini menunjukkan bahwa hukum harus benar-benar ditegakkan dengan mengindahkan rasa keadilan, terlebih yang bersangkutan telah mempermalukan bangsa dan negara di mata internasional.

Pada kesempatan terpisah, pengamat sosial yang juga Wakil Pemimpin Redaksi Kantor Berita Islam Mi’raj News Agency (MINA) Syarif Hidayat menyatakan sependapat dengan Ketua Dewan Pembina Gerakan Indonesia ASA mengenai perlunya hukuman mati bagi koruptor.

“Sudah saatnya hukuman mati bagi koruptor diterapkan seperti di China agar ada efek jera. China berani menerapkan hukuman mati, kenapa Indonesia tidak,” katanya.

Ia menjelaskan, Perdana Menteri China Zhu Rongji (1998-2003) berhasil memberantas tuntas korupsi di negeri China, terutama berkat pelaksanaan fatwanya yang terkenal di seluruh dunia.

“Untuk melenyapkan korupsi, saya telah menyiapkan 100 peti mati. Sembilan puluh sembilan untuk para koruptor dan satu untuk saya, jika saya berbuat sama,” katanya mengutip Zhu Rongji Hasilnya, menurut Syarif, China menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia yang diakui dan disegani oleh negara-negara Barat. Buktinya, Amerika Serikat yang sekarang merupakan satu satunya negara adidaya pun meminta bantuan keuangan kepada China untuk mengatasi utang negara yang melilit Pemerintahan Washington saat ini. AN-MB